Thursday, 10 December 2015

HARUS MENJADI RENUNGAN

            Iyah, bulan ini adalah bulan terakhir disetiap tahunnya. Sebagai penutup dari banyak bulan yang ada. Tak banyak yang tahu bahwa pada bulan ini adalah bulannya orang-orang yang terjangkit virus yang harus dibawa sampai meninggal. Bulan ini dikenal sebagai “World AIDS Day”, wowww kenapa harus ada hari buat orang-orang yang kena HIV/AIDS sih? Saya nggak bisa menjawab, yang jelas hari ini sudah ada sejak saya belum lahir.
            Mungkin diantara kita masih banyak yang belum mengenal HIV dan AIDS, yang taunya Cuma HIV dan AIDS itu penyakit berbahaya. Iya kan? Padahal tidak seberbahaya yang kita fikirkan. Sebelum saya jelaskan kenapa penyakit ini nggak berbahaya, saya ingin jelasin dulu HIV itu apa dan AIDS itu apa.
            HIV itu adalah Human Imunodeficiency Virus alias virus yang melemahkan tubuh manusia. Virusnya itu termasuk kedalam golongan retro virus, ber-RNA, dan yang jelas akan menyerang CD 4 (sistem pertahanan tubuh manusia). Orang HIV ada yang sudah menunjukkan sedikit gejala dan ada juga yang tidak menunjukkan gejala, bahkan bisa saja saya atau anda terkena infeksi HIV tapi belum terlalu parah sehingga tidak menimbulkan gejala. Sedangkan AIDS adalah syndrom yang dapat disebabkan oleh HIV tadi, biasanya sudah berupa sekumpulan gejala seperti berat badan turun 10% perbulan, ada selaput putih (jamur) di mulut, gampang terkena penyakit, diare berkepangangan tanpa sebab yang jelas. Jadi jelas beda antara HIV dan AIDS, orang yang terkena HIV kita sebut dengan ODHIV sedangkan yang terkena AIDS kita sebbut ODHA. Jadi nggak bener kalo orang yang kena HIV pasti bawaannya kurus kering tinggal tulang alias kutilang.
            Oke... okee... yang jelas mereka manusia biasa, bukan manusia jadi-jadian atau sampah yang harus kita jauhi. Mereka juga ingin hidup layak seperti kita, mereka juga ingin mendapatkan perhatian seperti kita, mereka juga tidak ingin mendapatkan diskriminasi seperti kita, mereka tidak ingin dijauhi, mereka tidak ingin diusir dari kampung halaman, mereka tidak ingin dikucilkan dan mereka tidak ingin diperlakukan dengan tidak pantas oleh kita. Mereka sama dengan kita, sama-sama makhluk ciptaan Allah, mereka juga dibuat dari tanah, mereka juga punya dua mata dan organ lengkap seperti kita hanya saja mereka kurang beruntung karena mendapatkan oleh-oleh cvirus tersebut.
            “Tapi kan mereka telah melakukan tindakan yang dilarang oleh agama, makanya mereka dapat azhab penyakit aneh seperti itu.” Ujar seorang teman kepadaku.
            Saya langsung sigap menjawab, “Kata siapa?”
            “Yah yang jelas mereka pasti telah melakukan tindakan yang nista. Makanya dekatin diri sama tuhan biar nggak kena HIV.” Lanjut temanku.
            Pernyataan tersebut mengingatkan saya dengan kata-kata yang pernah terlontar dari mulut Mentri Kesehatan pada tahun 80-an (zaman itu belum secanggih sekarang), “Dekatkan diri kepada tuhan, pasti tidak akan kena HIV.” Ujarnya saat diwawancarai oleh sebuah surat kabar.
            Pada zaman itu tahun 1987 memang HIV pertama kalinya didapatkan di Bali, ketika itu ada seorang turis dari Belanda yang “bermain gila” dengan pekerja yang ada di Bali, kemudian kasus tersebut dikenal dengan kasus HIV pertama ditemukan di RSUP Sanglah Bali. Itu yang menyebabkan munculnya opini bahwasanya orang yang terkena HIV identik dengan PSK maupun pemakai PSK atau sejenisnya.
Ada satu kebenaran yang sepertinya terlupakan atau sengaja ditutup-tutupi oleh orang yang berkepentingan, apa itu? Pada tahun 1984 bulan November tanggal 11 telah ditemukan seorang yang terkena hemofilia meninggal di RS Islam Jakarta (RSIJ), pada tahun 1985 baru diselidiki bahwasanya memang benar dia terkena HIV. Belum puas dengan hasil tersebut, Kemenkes dengan beberapa peneliti mencoba mengorek dan menganalisa kandungan darah (Faktor VIII) yang sering diberikan kepada sang penderita tadi. Ternyata dari hasil penyelidikan ditemukan bahwa dia tertular HIV dari darah transfusi yang diberikan kepadanya (karena orang yang kena hemofilia sering ditransfusi). Jadi, dia kena HIV bukan dari hubungan seksual tetapi dari transfusi darah bukan? Jadi apakah pantas kita bilang orang yang kena HIV adalah orang yang melakukan tindakan tidak senonoh yang dilarang agama?
Saya punya kenalan ODHIV, orangnya gemuk seperti manusia normal bahkan lebih gemuk dari pada saya. Beliau adalah aktifis HIV/AIDS dan orang terinfeksi HIV yang telah berani membuka diri. “Berani membuka diri” kenapa saya mengutip kembali kalimat tersebut?
Anda tahu apa yang dilakukan masyarakat jika tahu kalau ada orang yang terkena HIV di lingkungannya? Mereka akan dikucilkan, diusir dari rumah kemudian rumahnya dibakar dan dilarang kembali ke kampungnya.
Anda tahu apa yang dilakukan sekolah jika tau kalau ada anak orang HIV atau orang HIV dalam sekolahnya? Mereka akan dikeluarkan dengan alasan yang tidak jelas.
Anda tahu apa yang dilakukan oleh perusahaan atau lapangan kerja ketika tahu bahwa pegawainya ada yang terinfeksi HIV? Mereka akan dipecat, kalau mereka dipecat dari mana mereka bisa makan dan mendapatkan uang untuk bertahan hidup?
Zero Infection, Zero Discrimination
Hilangkan diskriminasi terhadap ODHIV dan ODHA, mereka ingin berteman dengan kita lho. Hilangkan diskriminasi ini sangatlah sulit, karena masyarakat sudah sangat sering terpapar dengan informasi hoax yang sebernarnya salah dan tidak mungkin. Seperti HIV bisa menular dengan pisau cukur, HIV bisa menular dengan bersalaman, HIV bisa menular dengan makan bersama dan lain sebagainya. Plis deh, HIV itu nular dari satu orang ke orang lainnya nggak segampang itu. Kalau gampang kayak gitu mungkin saya sudah lama kena HIV.
Agar HIV bisa menginfeksi seseorang ada syaratnya. Syarat pertama adalah jumlah virus yang cukup untuk menginfeksi, jadi kalo yang masuk kedalam tubuh kita hanya beratus virus tidak akan menyebabkan kita terinfeksi HIV, beda kasusnya dengan kontak darah seperti transfusi maupun berhubungan seksual dengan orang yang positif HIV, itupun kalau imun tubuh kita sedang lemah baru virusnya bisa menginfeksi. Selain jumlah virus yang cukup, jalan masuknya virus juga sangat diperhatikan seperti: darah, cairan kelamin, maupun air susu.
Jadi ada beberapa orang yang memang rentan terkena HIV maupun AIDS, pertama adalah orang yang sering gonta ganti pasangan dengan orang yang sering gonta ganti pasangan juga, kedua adalah orang yang menggunakan narkoba dengan jarum suntik, ketiga adalah tenaga medis akibat kelalaiannya yang dapat membuat dia terpapar, keempat adalah anak dari ibu atau ayah yang positif HIV. Jadi anak-anak tak berdosa juga bisa lho kena HIV, jadi siapa tadi yang bilang HIV adalah penyakit kutukan? Hayo ngaku.
Penyakit ini juga bisa dicegah kok, jadi cara pencegahannya adalah dengan cara tidak bergonta ganti pasangan, kalo memang udah pernah berhubungan seksual maka setialah dan jangan ganti pasangan seks, kemudian kalo ternyata suami atau istri kena HIV dan pengen banget melakukan hubungan intim maka dianjurkan untuk menggunakan kondom, jangan pakai narkoba dan menggunakan jarum suntik secara bersamaan, gunakan alat pelindung diri untuk tenaga medis jika menangani pasien, dan yang jelas pendidikan dan prilaku kesehatan yang harus ditingkatkan. Gampang kan mencegah HIV/AIDS?
Sering-sering periksa VCT (Voluntery Counseling Test) yaitu test yang digunakan untuk mendeteksi apakah kita terkana HIV atau tidak. Jadi pelaksanaan VCT ini biasanya gratis, dan hasilnya juga rahasia diberikan dalam amplop langsung ke kita. Jadi nggak kayak pengumuman UN yang ditempel dimading SMA atau pengumuman pemenang undian yang diumumkan di facebook. Jangan takut melakukan VCT, karena jika hasilnya positif kita akan diarahkan untuk pengobatan regimen terapi maupun diperkenalkan dengan LSM maupun lembaga lain yang menangani masalah HIV/AIDS.
AIDS Needs Aids
Rawannya kasus diskriminasi dan stigma negatif yang diterima oleh orang yang kena HiV harusnya membuat kita kaum terpelajar menjadi sedikit empati, minimal kita dapat menempatkan perasaan kita seperti mereka-mereka yang mengalami.
Ada seorang waria yang merupakan seorang ODHIV bilang ke saya, “Gus, kalo saya lihat orang yang suka stigma saya dengan sangat negatif rasanya saya ingin balas dendam dan menularkan penyakit ini ke dia.”
Jadi sangat jelas kalo stigma negatif yang kita beri tidak akan memberikan hasil apapun, yang ada hanyalah dendam. Dendam yang membuat mereka ingin membalas dan menularkan penyakit ini ke orang lain, bukankah akan menjadi prognosis buruk jika kejadian itu sampai terjadi.
Jadi kita harus menolong mereka, menolong mereka dengan tidak memberikan stigma buruk kepada mereka. Kalau bisa kita bantu jelaskan kepada orang-orang bahwasanya kita tak boleh memberikan stigma negatif kepada mereka.
Kembali ke teman saya yang kena HIV dan menjadi aktifis HIV tadi. Anda thu tidak kalo dia pernah menantang saya untuk memeriksa CD 4 kami berdua.
Dia berkata, “Kalau CD 4 saya lebih rendah dari kamu saya rela jadi budak kamu seumur hidup.”
Saya sedikit terkejut mendapatkan tantangan dari ODHIV, saya bingung kenapa berani-beraninya dia menantang saya untuk memeriksa CD 4 yang hasilnya sudah jelas pasti dia kalah dengan saya.
Setelah kami tes, ternyata CD 4 dia sebanyak 600 sedangkan saya yang sehat ini hanya 420-an. Kemudian sang ODHIV berkata, “Harusnya anda yang meminum ARV (obat untuk menghambat pertumbuhan HIV dan berfungsi untuk menaikkan CD 4).”
Beliau sering berkata kalau beliau sedikit bersyukur karena mendapatkan penyakit HIV ini, kenapa dia bisa bersyukur sih? Kan jelas-jelas penyakit itu akan membuat kita serasa mati dua kali. Iya mati dua kali, pertama saat tau bahwa dia kena HIV, kedua adalah mati yang sebenarnya. Setelah didiagnosa HIV, beliau berhenti menggunakan narkoba, beliau berhenti melakukan maksiat, bahkan sehari-harinya beliau diisi dengan kegiatan ibadah, beliau jadi rajin menjaga kesehatannya dan tidak pernah bergadang. Terkana HIV dirasa beliau sebagai berkah, bukan sebagai musibah. Istri beliau juga adalah ODHA, dan mereka berdua menjadi sepasang aktivis dibidang HIV dan melindungi hak-hak orang yang terkena HIV, yang jelas mereka luar biasa bagiku. Mereka adalah orang-orang yang mampu bangkit dari keterpurukan, mungkin mereka adalah reinkarnasi jiwa dan semangat Suzana Mumi dan suaminya (Aktifis HIV tahun 80an).
Yang jelas orang yang terkena HIV masih punya kesempatan untuk melanjutkan hidupnya. Mereka masih punya masa depan seperti kita, kita tak punya hak memberikan penilaian buruk kepada mereka, tetapi kita punya kewajiban untuk memberikan support kepada mereka agar dapat tetap tabah dalam menjalani kehidupannya.
Orang baik memang punya masa lalu yang kelam, tetapi orang jahat masih punya harapan untuk memiliki masa depan yang cerah.

Hentikan tindakan stigma negatif kepada penderita HIV, karena kita tak tahu siapa yang lebih mulia disisi Allah SWT. Semoga semua ini ada hikmahnya, Aamiin.

No comments:

Post a Comment