Friday, 30 May 2014

PIPI MERONA DIBALIK LAMPION

terlalu sibuk dengan kegiatan dan pekerjaan, jadi udah lama nggak nulis.

mohon kritik dan saran dari cerita ini ya. :D hahaha

baru chapter I-nya kok. hahaha



semua yg ada dicerita ini hanyalah diksi belaka, jadi jika ada kesamaan tempat, latar, manusianya juga mungkin hanya kebetulan aje. eh salah, nggak ada yg namanya kebetulan didunia ini, semuanya udah diatur oleh Allah.

hohohoho



PIPI MERONA DIBALIK LAMPION

            Asrama teduh dirindangi pepohonan yang menghiasi jalan menjadikannya sebagai penghijau alami.

            Sebuah ruh terasa terbang akan kenangan dibalik serenade-serenade kelumpuhan yang masih teringat didalam memori yang tak seberapa Megabite-nya.

            Kehidupan asrama yang keras memang tidak bisa membuat kami yang sudah terbiasa tiga tahun diasrama untuk menjadi lembek kayak kerupuk disiram air. Tiap hari kami mengendarai sepeda dari asrama menuju ke sekolah yang jaraknya sejauh 3 kilometer. Yah, jarak yang cukup jauh ditempuh dan membutuhkan cucuran keringat yang extra.

            Tapi, bagi sebagian manusia yang memiliki akal bulus. Jalanan panjang ini dapat menjadi tempat yang menumbuhkan benih-benih cinta maupun virus-virus merah jambu yang seharusnya tidak kami rasakan saat SMA.

            Aku berjalan sambil tertawa dengan sahabat karibku. Menuju tempat yang menjadi “gudang” tumpukkan sepeda ontel tua.

            Aku melihat ke arah selatan dari pandanganku, kepada seorang sahabat yang telah aku kenal dekat dan memang dari SMP dulu bersahabat erat denganku.

“Kenapa Latifah?” aku bertanya kepada Latifah yang sepertinya sedang sibuk melihat kondisi sepedanya yang lumpuh.

Latifah menjawab sambil mencoba memompa ban sepedanya, “Nggak tau kak, kenapa juga bisa gini. Padahal setengah jam lagi masuk sekolah.” Jawab Latifah dengan lembutnya. Maklum saja, memang logat jawa dan bahasa ibunya membuatnya seperti itu.

“Oh, yaudah. Ikut kakak aja yok.” Dengan besar hati aku membantunya dengan cara memboncengnya naik sepeda.

Awan-awan yang mengikuti kami saat bercerita diatas sepeda sepanjang perjalanan yang ramai akan lalu lalang masyarakat yang tersenyum ramahnya kepada kami. Tawa canda yang ada latifahtara kami menjadi obat yang efektif sebagai penghilang lelah.

Hari demi hari berlalu, sudah beberapa hari ini aku selalu pergi berboncengan dengan si Latifah.

Tak terasa sudah masuk minggu kedua, aku selalu melihat keluar sebelum pergi menuju gudang sepeda. Aku sudah melihat Latifah keluar dari Gedung Auditorium menuju gudang sepeda. Keluar bak pahlawan kesiangan menuju TKP, seperti biasa senyuman itu selalu aku lihat disetiap aku masuk kedalam gudang sepeda untuk mengambil sepeda.

 “Kak An!” panggil seorang wanita yang dari tadi ternyata berteriak dibalik lapangan hijau sambil membawa setumpuk buku, dengan mata yang memiliki garis hitam.

Aku menghampirinya dengan membawa sepedaku, “Ada apa Latifah?” tanyaku dengan singkatnya dengan penuh senyuman.

“Kak An, masih boleh nebeng nggak kak?” tanya dia sambil cengar cengir tak karuan. “Aku juga nggak tau kak, padahal kemarin udah dibenerin Pak Ujang. Sekarang kok malah bocor lagi ya sepeda aku kak. Aneh aja kak.” Ujar Latifah sambil naik ke sepedaku.

Ban bocor mendekatkan kami, mendekatkan aku dengan seseorang yang memang aku kagumi dari kelas 1 SMP dan akhirnya aku bisa dekat dengannya 6 tahun kemulatifah. Sungguh waktu yang lama untuk aku dapat mendekati seorang yang mungkin dapat disebut “Cinta Pertama”.

Ujian Nasional berlangsung seolah-olah menjadi momok paling menakutkan dihidup pelajar. Apalagi bagi sekolah yang memiliki sistem kelulusan ketat seperti sekolah kami.

Beberapa minggu telah berlalu, kami semua berbaring dikamar sebelum menuju kesekolah untuk melihat pengumuman hasil Ujian nasional. “Ujian Nasional Bahasa Inggris aku paling nggak bisa, entah kenapa.” Ucapku kepada teman sekamarku di asrama.

Ahmad yang sedang makan mie langsung mengubris ucapanku, “An, kamu deket sama cewek yang pinter bahasa Arab dan Inggris. Tapi kamunya sendiri nggak bisa bahasa Inggris. Malu sama cewek tu, dimana ditarok mukamu kalo dapet lebih kecil darinya.”

Kerumunan orang-orang yang seperti semut memenuhi papan pengumuman yang terpajang dikantor asrama. “Yah, paling-paling bahasa inggrisku dapet 70.” Gumamku dalam hati denga nada kesalnya.

Latifah langsung berdiri didepanku, dia menyodorkan sesuatu dan langsung berucap, “Ini ambil ya, terimakasih atas bantuannya selama ini. Selamat ya, perkiraan kamu salah, kamu dapet nilai bahasa inggris terbesar. Kamu dapet 9,8 lho An.”

Ruangan yang dipadati oleh tamu undangan, saat-saat yang menyedihkan pada fase SMA pun datang juga. Malam perpisahan yang dihadiri oleh seluruh orangtua siswa itu membawa keramaian dalam keheningan. Seolah-olah tak ada yang bisa berbicara saat itu.

“... Asramaku yang tercinta, disanalah kami dibina...” tim paduan suara telah turun dari panggung setelah menyanyikan beberapa bait lagu. Barisan yang pecah bagaikan semut yang sarangnya terbakar. Semua orang berjalan keluar Gedung Cassiterite bersama orangtuanya, ada yang langsung pulang, ada yang balik keasrama untuk mengambil baju dan masih banyak lagi. Sebelum kami pulang ke kampung masing-masing, ada tradisi yang sering terjadi di sekolah kami di malam perpisahan, yaitu tukar-tukaran jaket Kuskusa antar sahabat. Aku menukarkan jaketku kepada Latifah dan diapun memberikan jaketnya kepadaku.

Aku melihat Latifah yang sedang berbicara dengan kedua orang tuanya, aku berfikir dia pasti akan langsung pulang dan tidak membaca tulisanku itu.

Orangtua Latifah mengajaknya untuk pulang sekarang, tapi Latifah menjawab ucapan ayahnya, “Ayah, aku belum mau pulang. Ada urusan yang mau aku selesaikan dulu.” Dia langsung meninggalkan orangtuanya, ntah dia menuju kemana. Membuatku bingung.

Aku berjalan melewati lapangan Bung Hairul yang ada dipusat asramaku itu, aku melihat sosok wanita yang sedang berdiri ditengah-tengah Hellypad yang ada didekat Pusdiklat asramaku itu.

“Haha.. sesuai tulisan yang ada dikertas ini! aku menunggumu jam satu malam. Sudah telat lima menit!” ucapnya sambil melihat jam dan membawa sebuah kertas yang tadi aku masukkan kedalam jaketku sebelum aku tukarkan dengannya. “Apakah ini tulsisanmu?”

Aku hanya mengangguk dan mengeryitkan dahi.

“Sudah tiga tahun aku sekelas samamu, tapi baru kali ini aku melihat tulisanmu. Cukup jelek ya. Hehe.” Dia tertawa kecil sambil memasukkan kertas itu kekantong bajuku. “Sudah, mau ngomong apa ni?” dia langsung duduk di hellypad itu.

Kami berdua duduk berdua diantara bintang-bintang yang seolah-olah menjaga kami dari gelapnya langit hitam dimalam hari. Tak ada satupun makhluk yang menggangu keheningan kami berdua dimalam itu.

Setelah lama kami berbincang, Latifah langsung melihat kearah jam tangannya, “An, sekarang sudah jam 4 pagi, bisakah kita pulang sekarang.” Dia bertanya kepadaku.

“Bisa, tapi aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu. Ini sangat penting.” Ucapku serius melihat kearah matanya.

“Serius? Seriusan?” dia setengah tersenyum dan kemudian tertawa terbahak-bahak.

“Aku mau mengakui sesuatu. Boleh nggak Tif?” lanjutku.

Dia langsung menutup mulutnya menahan tawa, “Ih, kayaknya serius amat. Apa sih?”

“Sebenarnya akulah yang membuat sepedamu bocor. Setiap malam aku ke gudang sepeda dan membocorkan ban sepedamu.” Aku langsung tertawa.

Dia berhenti tertawa dan keempat matanya langsung melihat ke arahku, “Buat apa kamu bocorin ban sepeda aku? Nggak ada kerjaan lain kah?” ejeknya.

“Yah, dengan aku bocorin ban sepeda kamu kan jadinya aku bisa boncengan sama kamu. Aku bisa jalan berdua sama kamu, aku bisa cerita-cerita sama kamu dan aku bisa sama-sama kamu hanya karena itu. Selebihnya aku belum pernah dekat-dekat denganmu selain boncengan karena ban sepedamu pecah.” Jawabku sambil memasukkan tanganku kekantong jaketku.

“Yah, seharusnya kamu tidak harus melakukan itu, ini buktinya kamu bisa dekat aku tanpa bocorin ban sepedaku. Hehe.” Dia tertawa sambil mengeluarkan sisa-sisa lampion yang dia simpan didalam tasnya, “Kita kan akan berpisah hari ini, aku ingin kita berdua membakar lampion ini agar dia bisa terbang tinggi setinggi-tingginya.”

“Berpisah? Emangnya kamu mau kemana?” tanyaku dengan perasaan yang tak enak.

“Rahasia.” Ucapnya sambil membakar lampion itu sampai apinya menyala. Api yang akan membuat lampionnya terbang menyinari pipi merona yang ada dibalik lampion itu, tidak ragu lagi dia mulai bicara, “Hitungan ketiga kita lepaskan lampionnya sama-sama ya.”

Satu....

Dua....

Tiga...

CERITA PILU #HAPPY GERIATRI DAY

Penghargaan saya yang sebesar-besarnya kepada oma-opa kami yang ada diseluruh dunia.
Anda-anda sekalian adalah orang yang mencetak masa kini, yang sebenarnya adalah masa depan dijaman anda.
Selayaklah opa-oma kami yang ada diseluruh dunia, mendapatkan penghargaan yang sebesar-besarnya dari kami "CUCU" Bangsa ini.

#HappyGeriatriDay



Mungkin bagi orang awam, bahasa Geriatri sangatlah asing.
tapi bagi kami kalangan medis, Geriatri adalah satu kata yang digunakan untuk menggambarkan orang yang sudah memasuki usia emas (50 Tahun).

Seperti biasa, setiap bulan saya dan rombongan selalu berkunjung ke Pantii Jompo yang ada di tengah-tengah hutan (Terpencil Red.)

Hari ini, 29 Mei 2014. kunjungan kami sangat spesial disini.
kami merayakan hari geriatri yang selalu dirayakan pada hari itu.
Persembahan untuk oma opa kami yang ada dipanti jompo.

kalo biasanya kami hanya memriksa kesehatan mereka
mengajak mereka senam bareng.
mengajak mereka bercanda ria, penyuluhan sampe mata mereka ngantuk.
Tapi kamii tetap sayang omma dan opa kami yang ada dipanti jompo.

Menebar kasih sayang, kami hari ini bawa kue ulangtahun yang sangat spesial buat oma dan opa kami.
kami nyanyi lagu lawas bareng sampe-sampe ada opa yang ingat waktu pertama Pe De Ka Te same oma yang udah ada disurga. :'(

Sebuah rumah usang yang dihuni oleh sekitarnya 58 orang yang sudah lanjut usia.
pertanyaannya, siapa sih yang tega meninggalkan orangtuanya disini?
mengapa mereka bisa tega?
meninggalkan orang-orang yang telah merawat mereka dari kecil, hingga sekarang mungkin sampee mereka menjadi orang yang sukses.
setelah sukses, mereka meninggalkan orang tua mereka di panti jompo dengan berbagai alasan.
Sibuk!
Males ngurusin orang tua!
Mama Cerewet!
Orangtua tak berguna!

begitulah alasan anak-anak mereka.
Kawan, perjuangan ibu melahirkan kita. menunggu setiap menitnya rahimnya berkontraksi dan menunggu pembukaan jalan lahir di Vagina yang mungkin sangat terasa sakit jika itu kita alami. bahkan mungkin saya sebagai laki-laki tak akan sanggup jika disuruh melahirkan.

Perjuangan Ayah, aku melihat ayahku sebagai laki-laki tegar yang tidak bisa melihat anaknya menanggis, melihat anaknya dalam kesepian, melihat anaknya dalam kesusahan. mungkin orangtua kita adalah orang tua terbaik bagi kita, tak bisa dipungkiri itu semua.

Kita dianugerahi Otak dan Hati!
yah, walaupun itu hanya kiasan.
kita memiliki perasaan kawan, kita juga memiiliki akal yang sehat. kecuali anda sudah gila, baru boleh menitipkan orangtua anda di Panti Jompo.

Ya Allah jadikan kami sebagai orang-orang yang mencintai orang tua kami, orangtua sahabat kami, orangtua yang telah mengajarkan kami banyak ilmu, dan orangtua yang baru kami lihat didepan mata.
Mereka adalah keajaiban nyata yang engkau Ciptakan, bagai mu'jizat yang engkau berikan pada semua nabi-Mu, mereka Mu'jizat yang nyata bagi kami ya Allah.

Jangan biarkan kami dipenuhi rasa malas untuk mengurus mereka.
Jangan biarkan kami dipenuhi rasa muak melihat muka mereka.
Jangan biarkan kami dipenuhi setann-setan yang menghasut kami untuk kesal dengan mereka.
Sesungguhnya engaulah sebaik-baiknya penolongku Ya Allah. :)

aku mencintai kalian orangtuaku yang jauh di Bangka. :)
Imron dan Karlin.
Kalian memang tidak sempurna tapi kalian menyayangi dan membesarkan aku dengan sempurna.
Terimakasih yang sebesar-besarnya!
Arigatou gozaimas, Syukron Katsiron, Thank you Very Much.

I LOVE U FOREVER.