Bencana banjir yang terjadi belakangan ini terjadi dikarenakan
banyak sebab. Mungkin salah satu
penyebabnya dikarenakan kurangnya kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan, sehingga sampah yang dibuang ini menutupi selokan tempat aliran air. Ada juga yang menutup saluran air dikarenakan kepentingan pribadi seperti menjadi tempat kendaraan roda empatnya parkir. Selain sebab diatas, banjir juga bisa disebabkan oleh hal yang tidak bisa kita duga seperti tanggul penahan air yang jebol/rusak. Pada intinya banjir bisa terjadi dikarenakan hal yang tidak bisa kita duga dan juga dikarenakan factor manusia sendiri seperti keserahakan manusia yang juga bisa menyebabkan alam marah sehingga memberikan bencana banjir ini kepada kita.
Mahasiswa
dan Meminta-minta
Tidak asing lagi dimata kita ketika melihat banyak
mahasiswa meminta-minta uang di jalan maupun di sudut lampu merah dengan
beragam model kotak sumbangan saat terjadi bencana alam. Ada yang menggunakan kotak
mie, kotak kertas, dan lain-lain. Indonesia memang negeri dengan banyak rupa. Banyak
pula bencana yang terjadi di negeri Bhineka Tunggal Ika ini, dari bencana
longsor, tsunami, gempa bumi dan yang baru-baru ini terjadi yaitu bencana
banjir.
Memang
perjuangan dan solidaritas teman-teman mahasiswa patut kita apresiasi dan acungi
dengan jempol. Sangat jarang ada mahasiswa yang mau ‘mengemis’ di jalan demi
nasib para pengungsi. Dengan bermodalkan kotak dan tenaga serta keikhlasan,
mereka rela menghabiskan waktu mereka walaupun berdiri dijalan sambil menyodorkan kotak
‘amal’. Mereka namakan itu sebagai gerakan kemanusiaan, gerakan sosial, dan bermacam-macam gerakan lainnya.
Apa yang terlintas dibenak kita ketika lewat
persimpangan lampu merah dan melihat mahasiswa dengan bangga membawa jas
kampusnya sambil membawa kotak bertuliskan bantuan bencana. Tak sedikit orang
yang berpikiran, “Oh mahasiswa, pasti minta-minta.”, walaupun sebenarnya niat
dari sang Mahasiswa
ini baik. Tetapi bukankah niat baik, harus dilaksanakan dengan cara yang baik
pula?
Sangat disayangkan jika mahasiswa yang notabene-nya
disebut sebagai kaum intelektual yang akan akan menjadi “Agen of Change and Development” hanya meminta-minta dijalan,
melakukan suatu perbuatan yang sebenarnya dilakukan oleh ‘pengemis’. Kita semua
pasti sudah mengetahui bahwa masih banyak cara lain yang dapat digunakan untuk
meminta sumbangan, seperti melakukan pentas seni amal, konser amal, lelang,
jual stiker dan masih banyak cara yang bisa dilakukan. Cara-cara seperti itu
dinilai lebih menunjukkan intelektualitas kita sebagai sebagai mahasiswa dibandingkan dengan
hanya meminta-minta.
Masih banyak lagi cara-cara yang menurut saya lebih
menunjukkan bahwa mahasiswa itu adalah benar-benar kaum intelektual. Contohnya,
mahasiswa kedokteran dari Center for
Indonesia Medical Student Asctivites (CIMSA) melakulan penggalangan dana
secara nasional dengan cara melakukan pemeriksaan gula darah dimana uang hasil
pemeriksaan tersebut akan dikirim ke lokasi bencana, Komunitas Seni yang
melakukan pentas seni dimana uang dari penonton pentas tersebut dikirim ke
lokasi bencana,
dan masih banyak cara lain yang dapat
dilakukan oleh mahasiswa untuk membantu sesama tanpa harus membuat ‘image’ bahwa mahasiswa adalah pengemis.
Sudah saatnya pula mahasiswa memiliki uang simpanan
yang akan menjadi uang bantuan kemanusiaan, sehingga mahasiswa tidak perlu
meminta-minta dijalan lagi. Uang simpanan ini bisa didapat dengan banyak cara.
Contohnya, mahasiswa pertanian atau perikanan melakukan usaha ternak lele
maupun bertanam sayur-sayuran, uang hasil panen sayur maupun lele menjadi uang
simpanan untuk korban bencana nanti. Mahasiswa teknik juga bisa membuat stiker,
atau mendesain sesuatu. Mahasiswa FKIP dapat membuat bimbingan belajar untk anak-anak disekitar
kos/tempat tinggalnya sehingga uangnya dapat digunakan sebagai uang simpanan
organisasi/komunitas untuk tanggap bencana.
Mahasiswa
dan Mitigasi Bencana
Upaya
refresif
yang dilakukan teman-teman mahasiswa seperti meminta-minta
sumbangan di jalan, lalu
ada yang ikut mengevakuasi korban, ada juga yang melakukan pemeriksaan
kesehatan dan pengobatan gratis, dan masih banyak upaya refresif yang
teman-teman mahasiswa lakukan.
Memang harus kita akui sebagai salah satu contoh bahwa
Negara kita masih memiliki kader-kader yang memiliki sikap empati dan bersimpati
kepada korban bencana. Tetapi, sangat disayangkan kalau sikap empati dan
simpati itu baru muncul setelah terjadinya bencana. Marilah kita menanamkan
sikap empati sejak dini, dari belum mulai bencana sampai bencana sudah selesai,
seperti membantu para korban dalam mencegah atau melakukan mitigasi bencana.
Bukankah setiap risiko bencana
dapat kita cegah?
Bukankah
pemerintah dapat melakukan langkah-langkah preventif
sebagai upaya pencegahan bencana. Seperti melakukan pengerukan
pada daerah
aliran air, merevitalisasi pembuangan sampah, memperbaiki tanggul,
dan dapat juga menanam banyak pohon sebagai penghalang
dan penyerap air.
Bukan
hanya pemerintah saja yang bertanggung jawab atas mitigasi bencana, mahasiswa
yang merupakan ‘iron stock’
Negara harus ikut serta membantu tindakan mitigasi
bencana diatas. Seperti melakukan penanaman banyak pohon, mengajarkan kepada
masyarakat bagaimana cara mencegah bencana, mengajak warga untuk tidak membuang
sampah sembarangan. Namun, sayang sekali jika kita sebagai mahasiswa lupa
melaksanakan mitigasi bencana pada wilayah yang sebanarnya sudah bisa kita
prediksi akan terjadi bencana.
Pendidikan
bencana harus diajarkan ke penduduk di daerah rawan bencana. Baik itu dilakukan oleh
pemerintah maupun oleh mahasiswa dalam kegiatan BEM/organisasi mahasiswa
lainnya. Pendidikan tersebut diantaranya cara mencegah bencana, menyelamatkan
diri saat bencana sehingga mereka tahu apa yang harus mereka lakukan jika telah
terjadi bencana.
Peran serta masyarakat/penduduk yang tinggal di
daerah banjir juga sangat kita harapkan, karena pencegahan bencana tidak dapat
dilakukan jika tidak ada kesadaran dari masyarakat. Jadi masyarakat harus mendukung
semua tindakan mitigasi bencana yang dibuat oleh pemerintah dan mahasiswa demi
kebaikan bersama.
Jadi, sebenarnya semua bencana banjir yang terjadi di
tempat kita sebenarnya sudah dapat diprediksi
dan dicegah. Tinggal apakah pemerintah, mahasiswa dan masyarakat mau
bekerjasama untuk melakukan tindakan mitigasi bencana.
Tidak ada salahnya jika kita melakukan sesuatu yang
baik untuk kita semua. Sekali lagi ayo kita tekankan edukasi
dan mitigasi bencana.
No comments:
Post a Comment