Thursday, 1 January 2015

MAHASISWA: MEMINTA-MINTA DAN MITIGASI BENCANA


Bencana banjir yang terjadi belakangan ini terjadi dikarenakan banyak sebab. Mungkin salah satu

penyebabnya dikarenakan kurangnya kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan, sehingga sampah yang dibuang ini menutupi selokan tempat aliran air. Ada juga yang menutup saluran air dikarenakan kepentingan pribadi seperti menjadi tempat kendaraan roda empatnya parkir. Selain sebab diatas, banjir juga bisa disebabkan oleh hal yang tidak bisa kita duga seperti tanggul penahan air yang jebol/rusak. Pada intinya banjir bisa terjadi dikarenakan hal yang tidak bisa kita duga dan juga  dikarenakan factor manusia sendiri seperti keserahakan manusia yang juga bisa menyebabkan alam marah sehingga memberikan bencana banjir ini kepada kita.
Mahasiswa dan Meminta-minta
Tidak asing lagi dimata kita ketika melihat banyak mahasiswa meminta-minta uang di jalan maupun di sudut lampu merah dengan beragam model kotak sumbangan saat terjadi bencana alam. Ada yang menggunakan kotak mie, kotak kertas, dan lain-lain. Indonesia memang negeri dengan banyak rupa. Banyak pula bencana yang terjadi di negeri Bhineka Tunggal Ika ini, dari bencana longsor, tsunami, gempa bumi dan yang baru-baru ini terjadi yaitu bencana banjir.
            Memang perjuangan dan solidaritas teman-teman mahasiswa patut kita apresiasi dan acungi dengan jempol. Sangat jarang ada mahasiswa yang mau ‘mengemis’ di jalan demi nasib para pengungsi. Dengan bermodalkan kotak dan tenaga serta keikhlasan, mereka rela menghabiskan waktu mereka walaupun berdiri dijalan sambil menyodorkan kotak ‘amal’. Mereka namakan itu sebagai gerakan kemanusiaan, gerakan sosial, dan bermacam-macam gerakan lainnya.
Apa yang terlintas dibenak kita ketika lewat persimpangan lampu merah dan melihat mahasiswa dengan bangga membawa jas kampusnya sambil membawa kotak bertuliskan bantuan bencana. Tak sedikit orang yang berpikiran, “Oh mahasiswa, pasti minta-minta.”, walaupun sebenarnya niat dari sang Mahasiswa ini baik. Tetapi bukankah niat baik, harus dilaksanakan dengan cara yang baik pula?
Sangat disayangkan jika mahasiswa yang notabene-nya disebut sebagai kaum intelektual yang akan akan menjadi “Agen of Change and Development” hanya meminta-minta dijalan, melakukan suatu perbuatan yang sebenarnya dilakukan oleh ‘pengemis’. Kita semua pasti sudah mengetahui bahwa masih banyak cara lain yang dapat digunakan untuk meminta sumbangan, seperti melakukan pentas seni amal, konser amal, lelang, jual stiker dan masih banyak cara yang bisa dilakukan. Cara-cara seperti itu dinilai lebih menunjukkan intelektualitas kita sebagai sebagai mahasiswa dibandingkan dengan hanya meminta-minta.
Masih banyak lagi cara-cara yang menurut saya lebih menunjukkan bahwa mahasiswa itu adalah benar-benar kaum intelektual. Contohnya, mahasiswa kedokteran dari Center for Indonesia Medical Student Asctivites (CIMSA) melakulan penggalangan dana secara nasional dengan cara melakukan pemeriksaan gula darah dimana uang hasil pemeriksaan tersebut akan dikirim ke lokasi bencana, Komunitas Seni yang melakukan pentas seni dimana uang dari penonton pentas tersebut dikirim ke lokasi bencana, dan  masih banyak cara lain yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk membantu sesama tanpa harus membuat ‘image’ bahwa mahasiswa adalah pengemis.
Sudah saatnya pula mahasiswa memiliki uang simpanan yang akan menjadi uang bantuan kemanusiaan, sehingga mahasiswa tidak perlu meminta-minta dijalan lagi. Uang simpanan ini bisa didapat dengan banyak cara. Contohnya, mahasiswa pertanian atau perikanan melakukan usaha ternak lele maupun bertanam sayur-sayuran, uang hasil panen sayur maupun lele menjadi uang simpanan untuk korban bencana nanti. Mahasiswa teknik juga bisa membuat stiker, atau mendesain sesuatu. Mahasiswa FKIP dapat membuat bimbingan belajar untk anak-anak disekitar kos/tempat tinggalnya sehingga uangnya dapat digunakan sebagai uang simpanan organisasi/komunitas untuk tanggap bencana.
Mahasiswa dan Mitigasi Bencana
            Upaya refresif yang dilakukan teman-teman mahasiswa seperti meminta-minta sumbangan di jalan, lalu ada yang ikut mengevakuasi korban, ada juga yang melakukan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis, dan masih banyak upaya refresif yang teman-teman mahasiswa lakukan.
Memang harus kita akui sebagai salah satu contoh bahwa Negara kita masih memiliki kader-kader yang memiliki sikap empati dan bersimpati kepada korban bencana. Tetapi, sangat disayangkan kalau sikap empati dan simpati itu baru muncul setelah terjadinya bencana. Marilah kita menanamkan sikap empati sejak dini, dari belum mulai bencana sampai bencana sudah selesai, seperti membantu para korban dalam mencegah atau melakukan mitigasi bencana. Bukankah setiap risiko bencana dapat kita cegah?
            Bukankah pemerintah dapat melakukan langkah-langkah preventif sebagai upaya pencegahan bencana. Seperti melakukan pengerukan  pada daerah aliran air, merevitalisasi pembuangan sampah, memperbaiki tanggul, dan dapat juga menanam banyak pohon sebagai penghalang dan penyerap air.
            Bukan hanya pemerintah saja yang bertanggung jawab atas mitigasi bencana, mahasiswa yang merupakan ‘iron stock’ Negara harus ikut serta membantu tindakan mitigasi bencana diatas. Seperti melakukan penanaman banyak pohon, mengajarkan kepada masyarakat bagaimana cara mencegah bencana, mengajak warga untuk tidak membuang sampah sembarangan. Namun, sayang sekali jika kita sebagai mahasiswa lupa melaksanakan mitigasi bencana pada wilayah yang sebanarnya sudah bisa kita prediksi akan terjadi bencana.
            Pendidikan bencana harus diajarkan ke penduduk di daerah rawan bencana. Baik itu dilakukan oleh pemerintah maupun oleh mahasiswa dalam kegiatan BEM/organisasi mahasiswa lainnya. Pendidikan tersebut diantaranya cara mencegah bencana, menyelamatkan diri saat bencana sehingga mereka tahu apa yang harus mereka lakukan jika telah terjadi bencana.
Peran serta masyarakat/penduduk yang tinggal di daerah banjir juga sangat kita harapkan, karena pencegahan bencana tidak dapat dilakukan jika tidak ada kesadaran dari masyarakat. Jadi masyarakat harus mendukung semua tindakan mitigasi bencana yang dibuat oleh pemerintah dan mahasiswa demi kebaikan bersama.
Jadi, sebenarnya semua bencana banjir yang terjadi di tempat kita sebenarnya sudah dapat diprediksi dan dicegah. Tinggal apakah pemerintah, mahasiswa dan masyarakat mau bekerjasama untuk melakukan tindakan mitigasi bencana.

Tidak ada salahnya jika kita melakukan sesuatu yang baik untuk kita semua. Sekali lagi ayo kita tekankan edukasi dan mitigasi  bencana.

No comments:

Post a Comment