Lautan
Selat Malaka yang indah, tepat didepan sana kita dapat melihat Negeri Jiran
Malaysia yang jaraknya hanya beberapa puluh mil dari pandangan. Sepertinya
sangat indah untuk dikunjungi, tetapi saatnya sang ikan raksasa itu memecah
ombak dan berlayar sampai di dermaga.
“Ini
pasti buatan luar negeri.” Ucapku dalam hati dengan nada sinis melihat kapal
besar yang sedang bersandar di dermaga.
Entah
kenapa setiap barang yang kita gunakan selalu ekspor dari luar negeri. Ntah itu
alat perang, alat kesehatan, transportasi, dan bahkan alat mandi. Jadi,
seolah-olah hidup kita ini tak lepas dari asing sejak bangun tidur saat alarm
yang berbunyi (karena HP rata-rata buatan Amerika, Korea, Swedia, Vietnam dan
lain-lain), mencuci pakaian (rata-rata sabun cuci dari unilever), sampai ke
tidur lagi (kasur buatan Cina).
Kami
langsung dipersilahkan memasuki kapal melihat isi kapal dan pemandangan yang
ada dari atasnya. Sepertinya jika aku mengajak Wardah kesini akan sangat
romantis, bahkan kami bisa memerankan gaya Leonardi de Carpetno pas lagi main
film titanic, tapi itu semua hanya mimpi. Mana mau perempuan seperti dia
bergaya aneh-aneh kayak gitu.
Anjungan
yang luar biasa didalam kapal, semakin membuatku yakin bahwa ini pasti buatan
laur negeri minimal dari Belanda lah. Setelah aku bosan, aku langsung menuruni
tangga anjungan menuju badan kapal untuk keluar dari kapal pembawa meriam
berukuran 40 meter tersebut. Aku terhenti sejenak ketika melihat seorang
perwira menengah berpangkat Mayor TNI AL yang ternyata adalah kepala bagian
operasional kapal tersebut. Dia menyapa duluan kemudian mengajakku ngobrol.
“Halo
mas.” Ucap beliau memakai logat Jawa kental menyapaku dengan lambaian tangan
dan senyum ramahnya.
“Iya,
pak.” Jawabku singkat. “Pak, saya mau bertanya. Kapal ini buatan mana ya pak?”
lanjutku dengan pertanyaan yang sepertinya nggak penting banget.
Beliau
langsung menjawab, “Oh, ini buatan Indonesia pak.” Dengan bangga membusungkan
dadanya.
“Ha
Indonesia?” aku kaget banget mendengar pernyataannya.
“Kok
kaget mas?” tanya beliau, “Kalo begitu ayok ikuti saya mas.” Ajak beliau
mengajakku kesebuah ruangan yang berisikan informasi kapal tersebut.
Aku
mengikuti beliau dan melihat semua papan yang tertempel rapi dan elegan dikapal
tersebut. Ternyata benar kapal tersebut buatan Indonesia, bukan rakitan ya!
Tetapi memang semua bahan dan tenaga pembuatan kapalnya asli Indonesia! Tulen
Indonesia.
Kapal
buatan PT. PAL yang merupakan BUMN milik negara yang seperti berafiliasi dengan
Angkatan Laut Indonesia memang sering memproduksi kapal sampai diekspor keluar
negeri. Sampe-sampe negara Eropa juga mesen kapal tersebut lho.
Sebenarnya
kita nggak usah kaget deh dengar yang kayak gituan. Masih ingat dengan senjata
Kopassus, Tank Anoa dan semua senjata Angkatan Darat yang dibuat oleh PT.
Pindad. Sampe-sampe senapan buatan PT. Pindad tersebut selalu mengunguli semua
senjata modern angkatan darat yang dibuat negara luar, bahkan tank dan panser
buatan PT. Pindad sering dipesan oleh orang luar negeri.
Bagaimana
dengan industri kedirgantaraan? Prof. Habibie memang ahlinya, sampe-sampe
industri dirgantara Indonesia pas orde baru mengungguli negara-negara barat
sampai akhirnya beliau diambil oleh Jerman, menyedihkan sekali ya. Baru-baru
ini kita dengar Putra Petir yang membuat mobil tanpa bahan bakar minyak,
katanya bahan bakarnya pakai air lho. Bosen banget kalo ngomong masalah senjata
militer sama transportasi karena nggak bakal habis-habisnya. Kalo kita bicara
masalah fashion gimana?
Batik
Jawa yang khas, cual Sumatera, songket Palembang, dan masih banyak lagi busana
Indonesia yang menjadi daya jual daya beli pokoknya daya lah, yang penting
bukan daya buat cuci baju. Bagaimana dengan Eiger dan Addidas? Yang katanya
dibuat di Bandung. Bola Piala Dunia Afrika Selatan yang namanya kalo nggak
salah Jabolani (bukan?) juga dibuat di Indonesia.
Jadi,
sebenarnya kita punya potensi untuk maju, kita punya potensi dan daya saing
untuk memajukan Indonesia dengan berbagai cara. Kita punya semua bahan baku
untuk membuat apapun, Cuma kita kekurangan tenaga untuk mengolahnya.
Sebenarnya
aku juga salah, kenapa aku meremehkan dan mengejek bangsa dan negaraku sendiri.
Kenapa aku begitu tidak percaya bahwa Indonesia se Agung ini? Bahwa Indonesia
bisa melakukan hal segila ini, sehebat ini, bungkam mulut kotor kita yang
merendahkan bangsa kita sendiri, berbicaralah yang positif tentang bangsamu.
Come on
baby, kita pasti bisa. Hanya saja kita belum menanamkan mimpi-mimpi itu kepada
anak-anak yang nantinya akan meneruskan perjuangan kita membangun Indonesia
yang bermartabat, berilmu dan beriman. Sekali lagi, jangan hina ke-Agungan
negerimu.
No comments:
Post a Comment