Tuesday, 6 June 2023

Bicara Tentang Aksi Mahasiswa

 Terkadang siapa yang belum tau akan bertindak seenaknya, terkadang yang belum tau tidak akan peduli.

Kita sangat perlu untuk mendapatkan banyak halangan agar kita tahu bagaimana rasanya dihalangi, agar nanti kita tidak menghalangi orang lain. Terlalu banyak orang yang menghalangi orang lain untuk maju, terlebih lagi jika dia mampu melampaui empunya.
Terkadang kita harus terlalu sabar alias membutuhkan kesabaran ekstra dalam menghadapi orang yang aneh. Aneh dalam hal susah melihat orang lain senang, susah melihat orang lain berkembang. Itu sangat aneh, tak jarang orang-orang tidak ingin memberikan panggung kepada kita untuk berpentas, karena dia tahu bahwa pentas kita lebih baik daripadanya.
Tapi, untuk orang antimainstream selalu punya solusi yang baik untuknya. Solusi dimana dia mendapatkan panggung dengan cara tidak menghancurkan panggung orang lain.
Tahun ini aku sangat prihatin melihat kondisi organisasi kampusku. Kondisi mahasiswa yang hidupnya hanya itu-itu saja, tiada pengembangan dan tiada pengabdian. Saat aku mau masuk ke satu lembaga dikampusku, aku langsung didepak keluar jauh-jauh agar tidak mengganggu sistem yang telah mereka buat.
Memang tak ada jalan lain, ketika kamu sudah dibuang jauh-jauh hanya karena kamu ingin membuat sesuatu menjadi lebih baik. Hanya ada satu cara! Menyingkir dan membuat sesuatu yang memang bisa engkau kendalikan dengan sesuka hati.
Itulah cerminan ruhmu, sesuatu yang kau gagas sendiri tanpa rasa takut. Tak perlu takut untuk melakukan yang benar, tak perlu malu untuk mengekspresikan diri, dan tak perlu ragu untuk melangkah lebih maju. Bukankah semuanya kamu yang menentukan?
Kesalahan umum yang sering dilakukan mahasiswa adalah bangga menjadi EO. EO? Iya, Event Organizer! Mahasiswa itu bukan EO, tetapi Agent of Change and Development. Sangat rugi jika mahasiswa hanya menjadi tempat kampanye partai politik, menjadi tempat menyalurkan bantuan dan menjadi tempat untuk hura-hura.
Saat kita seperti EO, seolah-olah apa yang kita pelajari saat kuliah tidak berguna sama sekali. Contohnya, anda mahasiswa ekonomi tetapi membuat kegiatan atau aktivitas yang hanya membantu LSM atau pemerintah untuk menyalurkan bantuan. Lalu, dimana letak ilmu anda? Kecuali jika anda membuat proyek pembangunan ekonomi masyarakat.
Anda mahasiswa kedokteran, tetapi anda hanya membuat kegiatan donor darah masal. Dimana skills anda mainkan? Kecuali anda membuat sosialisasi donor darah, atau langsung mengambil darah pasien. Baru itu bisa disebut dengan membuat kegiatan, bukan menjadi EO.
Sadarlah kawan, buatlah kegiatan yang efeknya memandirikan masyarakat, bukan memanjakan masyarakat dengan cara membagikan ini itu. Lakukan program yang bisa membuat mereka mandiri, yang bisa memberikan manfaat kepada diri mereka sendiri apabila kita lepas disuatu hari nanti.
Terlebih, kurangnya rasa peka mahasiswa terhadap lingkungan sekitar lama-lama akan membawa bencana kemanusiaan. Apakah kita pernah berfikir jika nanti, kedepannya kita dipimpin dan hidup bersama pemuda-pemuda yang tak peduli dengan nasib sesamanya.
Oke, akhirnya aku mengumpulkan beberapa temanku yang memiliki visi yang sama dengan tujuan membuat perkumpulan yang bisa membendung kreatifitas mahasiswa untuk dapat mengabdikan dirinya ke masyarakat.
“Kawan-kawan ayok kita bergabung membentuk sesuatu yang bisa mengubah nasib masyarakat masa kini!” seruku didepan mengajak semua teman-temanku.
“Ah, buat apa juga?” celetuk sinis dari seorang perempuan yang duduk dibangku baris kedua.
“Begini, melihat kondisi negara kita sekarang. Apa yang bisa kita lakukan? Hanya diam? Ayoklah kita buat sesuatu yang kecil tapi memiliki imbas yang baik kepada masyarakat.” Ajakku berceloteh.
Jadi, kenapa kita begitu kurang peka dengan kondisi yang ada sekarang?
Apa yang salah dengan sistem pendidikan di Indonesia?
Sehingga pelajarnya begitu cuek dengan banyak fenomena yang ada di masyarakat. Bahkan yang ada ditengah-tengah kehidupan mereka. Aku sangat prihatin, bahkan sekarang serasa prihatinnya udah jadi double (ke masyarakat dan mahasiswa), bahkan mungkin bentar lagi aku bakal jadi prihatinni atau prihatinawati.
Tapi, percayalah dan yakinlah semua kondisi akan membaik. Selalu optimis dan berfikiran positif adalah kekuatan mahasiswa alias pemuda.
Respon negatif dari temanku sontak membuatku menjadi sedih, aku merenung sendiri. Semuanya seakan-akan pupus, aku berputus asa. Tiba-tiba telponku berbunyi dan aku langsung mengangkatnya.
“Assalamualaikum Wardah.” Salamku di telpon menyapanya.
Wardah langsung mulai bicara, “Waalaikumsalam, apa kabar kamu?”
“Sedikit bete.” Jawabku singkat.
“Kenapa seperti itu? Kok laki-laki pake bete segala. Kayak cewek aja.” Ejek Wardah di telpon menghiburku.
Aku langsung bercerita kepada Wardah perihal apa yang aku alami hari ini. Tak lama kemudian Wardah langsung tertawa, dia sedikit memberiku motivasi. “Berapa orang yang menolak?” tanyanya.
Aku langsung menjawab, “Ratusan.”
“Berapa orang penduduk Indonesia? Dari sekian juta, yang menolak baru ratusan.” Jawabnya.
Dia melanjutkan nasihatnya, “Coba cari orang lain, yakinlah setiap tindakan baik pasti akan ada yang mendukung. Kamu jangan takut.” Ucapnya sok bijak.
Kami berdua terdiam sejenak.
“Pasti ada satu orang yang seisi pikiran denganmu. Kamu harus yakin.” Ujarnya dengan menarik nafas sambil melanjutkan, “Aku juga mau ikut.”
“Sudahlah, aku masih ingin sedih.” Jawabku ngambek.
“Boleh kamu sedih, asal kesedihan itu tidak membuatmu larut dalam keputus-asaan dan bahkan tidak menjerumuskanmu dalam keterpurukan.” Ucapnya sambil tertawa kecil. “Ayok, come on boy! Masa depan itu indah. Cari orang yang bisa diajak bergabung. Itu lebih baik.”
Kami terdiam sejenak hingga akhirnya dia mengakhiri ucapannya, “Ayo kita lanjutkan perjuangan.”

Bangkitlah, ayo bangkit memperbaiki kondisi negerimu. Membuat semua yang tak mungkin menjadi mungkin, menghilangkan keresahan dan kerisauan serta melalukan yang terbaik untuk menolong kehidupan.

No comments:

Post a Comment