Monday, 5 June 2023

Tangga

 Tak ada yang salah bagi kamu yang tak bisa, selama kamu masih memiliki kesempatan untuk mencoba. Tak ada masalah juga ketika kamu gagal, selama kamu masih punya semangat untuk menikmatinya bahkan mengubah kegagalan menjadi keberhasilan dihari mendatang.

2011 Akhir, musim hujan yang sangat panjang di Kota Palembang. Bahkan kantor Gubernur Sumatera Selatan yang megah dan kuno itupun terendam oleh banjir. Otomatis aku harus memutar lewat Istana Griya Agung yang menjadi tempat tinggal Penguasa Propinsi terbesar kedua di Sumatera.
            Melihat Qunut yang menunggu mobil Transmusi didekat halte kampus sontak membuatku berhenti sambil menawarkan tumpangan untuknya. Tak menunggu banyak waktu, dia langsung duduk menyamping di motorku.
            “Eh… Malaysia, tumben pulang cepat? Biasanya pulang jam lima atau enam.” Ucapku sambil memegang gas motor.
            “Dosennya rada-rada Gus, jadi nggak ada praktik hari ini.” Jawabnya singkat.
            Seharusnya kita berbicara lebih dalam dari hati ke hati. Tentang sesuatu yang susah untuk dijelaskan saat ini. Oke, sampai saat ini.
            Aku sering bertaya dengan temanmu, tentang statusmu saat ini, “Qunut masih single kok Gus, dia masih sendiri.” Begitu jawab teman-temanmu.
            Tapi apakah benar kau masih sendiri? Ku lihat gerak gerikmu saat ini, seperti kau sedang menunggu seseorang.
            Dibawah derasnya hujan kita mengendarai motor bebek itu, menikmati derai hujan yang tidak bisa dielakkan. Dinginnya hujan menusuk tulang, tapi tetap memberikan banyak waktu untuk kita berdua. Bahkan memberikan ruang yang nyaman untuk saling memandang.
            Sesampainya di Masjid Agung Palembang, kita berhenti untuk berteduh sembari menunaikan ibadah Sholat Ashar. Kita berpencar karena tempat Wudhu laki-laki dan perempuan memang berlawanan arah.
            Tak ada kata yang bisa aku ucapkan, memasuki masjid besar dipusat kota sedikit mencari solusi untuk menjadi tempat berteduh dan beristirahat.
            Berapa bulan yang sudah kita pijak tanpa ada kejelasan tentang hubungan ini, bahkan sepertinya kamu hanya menganggapku teman. Hal itu tentu membuat aku menjadi putus asa, sampai-sampai kau uring-uringan bercerita tentang sesosok laki-laki yang kamu dambakan, walaupun kamu tak menyebutkan identitasnya.
            Keluar dari Masjid Agung Palembang setelah melaksanakan Shalat Ashar. Aku bertanya padamu, “Kok lama keluar dari masjidnya Qunut?”
            Qunut hanya tersenyum sambil membawa ranselnya, “Tidak ada, do’aku panjang banget.”
            “Wah… apakah ada sesuatu hal special yang kau doakan?” tanyaku penasaran.
            Qunut menjawab, “Nggak ada kok, Cuma mendo’akan seseorang saja.” Sambil memakai sepatunya. Melihat sosok perempuan dengan pipi dan mata yang besar menunduk memakai sepatu.
            Begitu eloknya dirimu ketika kulihat biasanya bermain dengan anak-anak di tempat kostmu yang berada didalam komplek perumahan itu. Tertawa bercanda, berlari-lari dan membawa mereka dan diriku hanyut terhipnotis keindahan elok dirimu.
            Aku hanya terdiam sejenak dan kembali tersenyum, “Ayok kita pulang.”
            Pikiranku melayang kemana-mana, ntah aku tak tahu kemana arah perginya isi kepalaku. Apakah benar kamu masih sendiri? Jika benar, maka siapa yang kau sebut dalam do’a-mu yang begitu tadi.
            Hari hari berlalu, bahkan untuk perasaan ini untuk ujungnyapun aku tak pernah tahu. Tapi aku selalu memandang tingah lakumu, memandang gerak gerikmu. Ku lihat kau begitu pandai menjaga diri, kau selalu tersenyum bertanya pada guru-guru untuk mempersiapkan ilmu.
            Kau begitu anggun jika tertawa bersama anak-anak, begitu aku mengagumimu. Tapi untuk kali ini membuatku bertanya-tanya.
            Mereka bilang kamu dekat dengan anak STAN, ada pula yang bilang anak-anak dari almamater terkenal dan tentunya anak-anak orang kaya mendatangi rumahmu. Meminta agar dirimu mau hidup bersamanya.
            Tapi, tak satupun dari mereka yang kau terima. Apakah yang membuatmu memagar dirimu dari mereka? Pantaskah jika kau harus berbuat seperti itu? Pantas tak pantas hanya kau yang bisa menjawabnya.
            Jadi, siapa orang yang selalu ada dalam do’amu? Jika tidak ada siapa-siapa yang pernah menarik perhatian hatimu. Mungkinkah kamu mendo’akan…. Tapi aku tak perlu berfikir sampai kesana.
            Diding dan labirin kau buat agar para lelaki tak mudah mendekatimu, untuk apa? Apakah terlalu banyak laki-laki yang ingin mendekatimu? Jangan ke ge-eran deh, atau memang kamu sangat diinginkan oleh banyak orang Qunut.
            Terlalu lama aku hanya memikirkan saja tanpa Action ya berarti percuma dong. Ayok-ayok kita coba berfikir realistis, untuk menembus dinding yang kau buat. Berikan dan pinjamkan aku sebuah mortar dari Korem terdekat, ataupun sebuah palu untuk merobohkan dindingnya.
            Hingga akhirnya aku bertanya pada teman dekatmu, mereka bilang “Aku”. Apakah mereka bercanda atau hanya sekedar menyenangkan hatiku saja?
            Hati tak da yang bisa membaca. Yakin? Serius? Janji? Ikhlas? Siapa yang tahu?
            Ayoklah sekali lagi berfikir realistis, validitas diperlukan disini. Untuk menggapai pelangi yang terdiri dari tujuh sampai empat belas warna Me-Ji-Ku-Hi-Bi-Ni-U, sepertinya hampir sama dengan tangga. Ujung pelangi tak selalu telaga, bisa saja harta karun yang berisi banyak harta.
            Tapi bukan itu yang kita tuju, dimana tangga?

            Tolong pinjamkan tangga agar aku bisa memasuki dinding dan labirin itu degan cara yang baik-baik, karena aku mantan orang brengsek.

No comments:

Post a Comment