Thursday, 8 June 2023

Bicara tentang aksi sosial

 Bulan Ramadhan yang kita rindukan.

Ramadhan memang membawa keindahan dan menjadikan hati begitu tentram. Begitu kita merindukan bulan penuh rahmad ini. Berkumpul bersama keluarga, dapat bagun sahur dan berbuka bersama. Hal itu sangat jarang terjadi karena aku sekolah di asrama dan tak mungkin bisa selalu berkumpul terkecuali saat Bulan Ramadhan dan liburan kenaikan keals.

Liburan memang membuatku menjadi bosan, tak ada agenda yang menantang dan tak ada kegiatan yang bisa dilakukan. Puasa-puasa hanya guling-guling nggak jelas sambil lihat jam limabelas menit sekali.

Terkadang berlama-lama didalam WC buat ngadem atau berendam di bak. Iya beneran ini serius! Ayahku pernah dobrak pintu kamar mandi hanya gara-gara aku nggak keluar dari kamar mandi. Udah setengah jam lebih dikamar mandi tanpa ada tanda-tanda kehidupan dikamar mandi.

Saat ayahku mendobrak dan kebetulan ada ibuku, kakakku, dan adik-adikku yang menyangka aku telah tiada berkumpul didepan pintu. Saat pintu terdobrak, keadaan berbeda. Aku sedang berendam di bak mandi tanpa menggunakan apapun.

Sangat konyol, memang sangat konyol.

Hari keempatbelas Bulan Ramadhan

HaPeku berdering tanda ada SMS masuk kedalam HaPeku.

Bergegas aku membukanya, lalu aku terkejut karena SMS ini dari temen yang sama-sama peserta Olimpiade kemarin. Kebetulan dia ngajak aku buat ngajar matematika ke anak-anak panti asuhan. Kemudian sorenya kita mau ke kampung kreatif buat ngajarin orang tua buat kerajinan tangan yang bakal dijual nanti.

Aku men-OK-kan penawaran dari temanku itu. Dan berjanji untuk bergabung setiap hari Sabtu dan Minggu setiap minggu Bulan Ramadhan ini. Kebetulan anak-anak SMA Plus Islamic Centre selalu libur saat Bulan Ramadhan, sehingga mereka bisa keluyuran kemana-mana.

Jarak dari rumahku ke lokasi sekitar satu jam setengah, cukup jauh kalo naik bus. Tapi aku pengen nekat naik motor ajalah, walaupun belum punya SIM. (jangan ditiru ya, ini contoh nggak baik. Karena mengemudi tanpa memiliki SIM adalah pelanggaran hukum, tapi sekali-kali nggak apa-apa sih).

            Keesokan Harinya

            Aku langsung siap-siap menggunakan helm dan alat pengaman lainnya seraya langsung pergi menuju Panti Asuhan lokasi yang jaraknya agak jauh. Ingat ya, setiap mau berpergian kita harus selalu safety dan mematuhi aturan lalu lintas. Kenapa? Agar kita terlindung dari kecelakaan, terutama dari polisi yang pengen nilang kita.

            Tidak seperti yang aku bayangkan, ternyata panti asuhan yang dimaksud cukup memprihatinkan. Kondisinya sedikit mengenaskan, sepertinya tidak diperhatikan oleh pemerintah. Untuk kita ketahui, bahwa rata-rata anak panti asuhan tidak bisa menyelesaikan studinya dengan baik. Bukan karena mereka kurang uang atau kurang kebutuhan, tapi karena kurang kasih sayang.

            Sekarang, di era hidup yang serba susah ini. Orang-orang banyak mencari keuntungan dari membuat panti sosial maupun yayasan, tidak untuk berdarma yang baik maupun berdarma dengan tulus. Seandainya ada orang yang penuh kasih sayang menjaga anak-anak di panti asuhan, In Sha Allah akan banyak anak panti asuhan yang menjadi orang yang sukses.

            Mari kita cintai anak yatim, karena nabi kita juga terlahir dalam kondisi yatim dan nabi menyukai orang yang menyayangi anak yatim. Betul kan?

            “Ade, dimana anak-anak yang mau aku ajarin?” tanyaku kepada Ade.

            Ade langsung mengajakku menuju suatu tempat yang memang sepertinya sering dijadikan aula pertemuan anak-anak di panti asuhan ini, “Ayok Gus.”

            Saat aku masuk, aku kaget bukan main. Aku melihat perempuan yang aku temui saat Olimpiade kemarin. Sedikit kaget karena tidak menyangka dia ada disini, dia sepertinya membaca sebuah buku disudut ruangan itu.


            Ntah apa yang dia baca dan ntah kenapa dia ada disana. Aku bergumam didalam hati didekat kebingungan yang melanda. Aku mencoba tersenyum kepadanya, aku ingin menyapanya tapi aku tak tahu namanya.

            Dia seolah-olah tak memperdulikan aku yang sedang berdiri, dan akan berjalan melewati jarak pandang matanya. Ntah apa yang membuatnya terlalu fokus melihat tulisan yang ada dibuku yang sedang dia pegang.

            Aku mengajarkan IPA dasar, kemudian matematika dasar ke anak-anak, dan masih banyak lagi yang saya ajarkan. Disinilah saya mulai menyukai anak-anak, terutama anak-anak yang membutuhkan uluran tangan kita. Meskipun tidak bisa memberikan uang, kita masih bisa memberikan yang lain kan?

            Tak perlu kita meminta-minta mengemis seperti pengemis dijalan. Kita orang berinteleq, kita memiliki wawasan dan pemahaman serta pengalaman yang bisa kita bagikan ke orang banyak. Dan sepertinya itu bisa lebih berharga daripada uang yang sekali pakai sudah habis.

            Hingga akhirnya aku bercerita sedikit pengalamanku saat mengikuti berbagai kegiatan, seperti memberikan motivasi ke mereka kalo sekolah jangan Cuma sekolah. Jadilah pelajar yang turut aktif membangun mayarakat, entah bagaimana kontribusinya, sekecil apapun aku yakin itu bermanfaat.

Saya sangat menyukai adik-adik yang semangatan seperti mereka hingga akhirnya waktu kami bersama telah habis. Dan aku masih penasaran dengan dia yang tadi membaca sesuatu disudut ruangan ini.

“De, siapa sih namanya?” tanyaku dengan penasaran.

“Nggak boleh dibilang katanya.” Jawab Ade yang sepertinya tidak memberikan jawaban.

“Kok kayak gitu sih? Main rahasia-rahasiaan.” Lanjutku dengan sewot.

Ade tertawa sambil menutup mulutnya, “Tanya saja langsung ke orangnya Gus. Hahahahaha.”

Walaupun aku sedang berbicara dengan Ade, ntah kenapa mataku selalu autofokus ke perempuan disudut sana yang sedang membaca.

Sekarang dia berjalan sambil dikerumuni anak-anak yang ingin menyalami tangannya yang terbalut gamis pink itu. Kenapa anak-anak begitu mencintainya? Kenapa anak-anak berebutan untuk bersalaman dengannya? Jangan-jangan dia yang punya panti asuhan.

“De, kenapa dia tu? Kerjaannya Cuma baca buku disudut ruangan tadi. Tapi dia baru berdiri dan melangkah beberapa kali udah dikerumuni sama anak-anak.” Tanyaku yang sudah tak sabar lagi melihat dirinya yang selalu diam.

“Jadi kamu belum tau Gus?” tanya Ade balik.

“Ha? Tau apa?” aku bertanya lagi dengan wajah yang agak bloon.

“Iyah, kan dia koordinator dan punya ide buat program kayak gini.” Jawab ade singkat. “Kalo kami mah ikut-ikut aja Gus, hehehe.” Dilanjutkan dengan tawanya.

Aku langsung terdiam sambil tersenyum, kenapa kamu begitu menjengkelkan menurutku, ditanya nama hanya diam dan saat aku lembarkan senyum malah seperti tak melihat apa-apa. Tapi, disisi lain dia begitu mengagumkan ketika bermain dengan anak-anak.

Hingga saat ini aku termotivasi untuk tumbuh menjadi laki-laki yang menyayangi anak-anak, mengajar adalah hobiku dan tak akan aku jadikan sebuah profesi. Berkumpul, bercanda ria, dan memberikan banyak pengalaman ke anak-anak sekarang menjadi ruhku. Sepertinya lebih tepat aku bilang sebagai sedikit ruhmu yang menempel pada ruhku, karena itu semua tak jauh dari apa yang kau contohkan kepadaku. Terimakasih untuk dirimu yang ada disudut ruangan itu disaat itu.

No comments:

Post a Comment