Cerita kali ini akan membahas mengenai bela diri...
Sejak SD, aku selalu mengikuti kegiatan Bela Diri, misalnya ketika kelas lima SD aku ikut Karate, sampai sabuk hijau. Kemudian SMP ikut Taek Won Do.
Sampai akhirnya SMA aku mendalami Pencak Silat, Setia Hati Terate.
Setia Hati Terate merupakan salah satu perguruan pencak silat inti yang ada di Indonesia, bahkan menjadi salah satu ajaran yang tertua.
Persaudaraan Setia Hati Terate sendiri dipelopori oleh Eyang Suro yang mempelajari ilmu bela diri kearifan lokal yang ada di seluruh Indonesia. Adapun campuran aliran bela diri yang masuk ke dalam Jurus-jurus serta gerakan silat, seperti Minangkabau, Cimande, Cilegon, Bali, dan lain sebagainya.
Kenapa sih aku bisa ikut pencak silat?
Keikutsertaan aku dalam kegiatan pencak silat dimulai ketika salah satu guru SMA-ku yang merupakan pendiri dan pelatihan PSHT di Kabupatenku mengajakku untuk ikut.
Caranya mengajak ikut dengan cara membujuk ayahku untuk mendukung dan mendorong aku terus latihan. Jadi, kalau aku nggak latihan... Orangtua akan nanya, "Lho, kok ga ikut latihan hari ini?". Karena nggak enak, akhirnya aku ikut latihan rutin hingga akhirnya jadi rajin.
Awal-awal kita belajar pencak silat PSHT ini, kita akan mempelajari jurus-jurus yang mematikan. Jurus berbahaya yang menyerang daerah vital manusia, seperti leher, ulu hati, dan sebagainya.
Memang sangat menarik sih, karena gerakan PSHT ini gerakan bebas, mirip-miriplah dengan bela diri asli Thailand dan tarung drajat.
Selain mempelajari ilmu pencak silat, kita juga belajar mengenai filosofi filosofi dasar yang harus dihayati oleh orang yang bergabung menjadi siswa di PSHT.
Misalnya:
Sugih tanpa bandha,
Digdaya tanpa aji,
Nglurug tanpa bala, dan
Menang tanpa ngasorake”
Hal ini menjadi koridor dalam pola relasi dan penyelesaian konflik antarpribadi atau kelompok, dimana kita boleh (tidak harus) menang asal tidak dengan menjadikan pihak lain merasa direndahkan. Kemenangan yang didapatkan dengan cara merendahkan lawan hakikatnya tidak akan berarti....
Saat kita sudah masuk ke dalam sabuk hijau, dimana kita menjadi siswa yang memepelajari jurus PSHT lebih lanjut. Filosofi PSHT ini semakin kuat ditanamkan, dimana kita harus mengalih, menangkis baru melawan. PSHT mengajarkan kita untuk menyingkir ketika mengalami gangguan dari lawan, kemudian apabila masih diganggu sebaiknya kita hanya menangkis. Hal ini menunjukkan bahwa PSHT sangat-sangat menjunjung perdamaian.
Semakin lama, jurus-jurus yang dipelajari juga adalah jurus yang sifatnya untuk menghindar dan menghalau pukulan dari lawan. Dulu, saat SD SMP aku adalah orang yang sangat suka berantem. Setiap minggu pasti aja ada tingkah buat berkelahi sama kawan.
Tapi, setelah SMA aku lebih dapat menahan diri. Hal ini dikarenakan banyak folosofi hidup yang aku dapatkan dan pelajari di PSHT.
Banyak sih aturan-aturan yang saya dapatkan di PSHT, misalnya kita tidak boleh melakukan atraksi pukul balok / batu bata sampai patah. Hal ini dikarenakan tindakan tersebut merupakan bentuk dari kesombongan.
Sampai akhirnya kita disahkan / diwisuda dari siswa menjadi warga / pendekar PSHT lebih dituntut untuk memiliki kebijaksanaan. Hal ini dikarenakan manusia dengan bela diri tanpa kebijaksanaan, maka akan tidak lebih baik daripada hewan.
No comments:
Post a Comment