Jadi aku memasuki ruang Ketua Jurusan dengan dua orang kakak kelasku. Kami sedang berdiskusi untuk mengikuti lomba penelitian yang akan diadakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Kebetulan untuk tahun ini tuan rumahnya adalah salah satu institut teknologi terbesar di Surabaya.
Saturday, 10 June 2023
Wardah Dimana?
Merantau Lagi
Hari itu...
"Yah, aku ada panggilan kerja di Jakarta."
Ayahku langsung menjawab "Oh iya? dimana?"
"Ada yah, pokoknya di RS yang bekenlah, selain itu aku juga jadi peneliti disana."
Ayahku langsung bilang "Oke, pikirkan benar-benar dulu ya."
Aku masih diberi kesempatan tiga hari untuk berpikir untuk langsung berangkat ke Jakarta.
Hal ini dikarenakan aku sudah memiliki tempat praktik yang sudah nyaman, dimana pasiennya sudah ramai dan dekat dari rumah orangtua.
Aku masih gundah, karena dulu 3 tahun aku di Asrama di SMA, kemudian aku kuliah 7 tahun di Aceh yang jauh banget dari rumah orangtuaku.
Sambil praktek, aku masih mikir-mikir.
Tiba-tiba aku melihat salah satu nama pasienku, ternyata itu guru biologi-ku. Oke yang dulu sering marah-marahin aku karena aku goblok banget pas SMA.
Aku langsung memanggil beliau...
Saya langsung salam dan cium tangan, apa kabar ibu?
Sampai akhirnya beliau bertanya, "Enak lah ya kau disini?"
"Kayaknya saya akan pindah bu tiga sampai empat hari lagi"
Beliau melanjutkan, "Kemana?"
"Jakarta bu." jawabku singkat "Kebetulan diterima di RS besardisana."
Sebenarnya, dahulu aku sangat ingin kerja di Jakart. Kenapa? karena aku adalah orang yang sudah lama hidup di kampung, sehingga aku sangat ingin kerja di kota.
Jakarta di mata orang kampung seperti saya kaya akan gemerlap dan penuh dengan harapan.
"Wah, lanjutlah kalo ke Ibukota Gus. Kapan lagi kita bisa bersaing dengan orang kota." lanjut ibu guruku
Aku membuka handphone-ku, kemudian membalas sebuah pesan Line "Oke, lusa kita ketemu di RS"
Aku langsung memesan tiket di aplikasi, kemudian membayarnya menggunakan M-Banking-ku.
Dua hari berselang, aku pamit ke ayah dan ibuku untuk langsung ke Jakarta.
Kenapa harus ke Jakarta? aku ingin merantau lagi, kenapa aku ingin merantau? karena aku ingin menjadi lebih dewasa.
Semua orang dewasa harus merantau, biar dia tau bagaimana mengelola rasa rindu, kemudian bagaimana dia bisa bersosialisasi dengan lingkungan dan orang yang baru.
Thursday, 8 June 2023
Bicara tentang aksi sosial
Bulan Ramadhan yang kita rindukan.
Ramadhan memang membawa keindahan dan menjadikan hati begitu tentram. Begitu kita merindukan bulan penuh rahmad ini. Berkumpul bersama keluarga, dapat bagun sahur dan berbuka bersama. Hal itu sangat jarang terjadi karena aku sekolah di asrama dan tak mungkin bisa selalu berkumpul terkecuali saat Bulan Ramadhan dan liburan kenaikan keals.
Liburan memang membuatku menjadi bosan, tak ada agenda yang menantang dan tak ada kegiatan yang bisa dilakukan. Puasa-puasa hanya guling-guling nggak jelas sambil lihat jam limabelas menit sekali.
Terkadang berlama-lama didalam WC buat ngadem atau berendam di bak. Iya beneran ini serius! Ayahku pernah dobrak pintu kamar mandi hanya gara-gara aku nggak keluar dari kamar mandi. Udah setengah jam lebih dikamar mandi tanpa ada tanda-tanda kehidupan dikamar mandi.
Saat ayahku mendobrak dan kebetulan ada ibuku, kakakku, dan adik-adikku yang menyangka aku telah tiada berkumpul didepan pintu. Saat pintu terdobrak, keadaan berbeda. Aku sedang berendam di bak mandi tanpa menggunakan apapun.
Sangat konyol, memang sangat konyol.
Hari keempatbelas Bulan Ramadhan
HaPeku berdering tanda ada SMS masuk kedalam HaPeku.
Bergegas aku membukanya, lalu aku terkejut karena SMS ini dari temen yang sama-sama peserta Olimpiade kemarin. Kebetulan dia ngajak aku buat ngajar matematika ke anak-anak panti asuhan. Kemudian sorenya kita mau ke kampung kreatif buat ngajarin orang tua buat kerajinan tangan yang bakal dijual nanti.
Aku men-OK-kan penawaran dari temanku itu. Dan berjanji untuk bergabung setiap hari Sabtu dan Minggu setiap minggu Bulan Ramadhan ini. Kebetulan anak-anak SMA Plus Islamic Centre selalu libur saat Bulan Ramadhan, sehingga mereka bisa keluyuran kemana-mana.
Jarak dari rumahku ke lokasi sekitar satu jam setengah, cukup jauh kalo naik bus. Tapi aku pengen nekat naik motor ajalah, walaupun belum punya SIM. (jangan ditiru ya, ini contoh nggak baik. Karena mengemudi tanpa memiliki SIM adalah pelanggaran hukum, tapi sekali-kali nggak apa-apa sih).
Keesokan Harinya
Aku langsung siap-siap menggunakan helm dan alat pengaman lainnya seraya langsung pergi menuju Panti Asuhan lokasi yang jaraknya agak jauh. Ingat ya, setiap mau berpergian kita harus selalu safety dan mematuhi aturan lalu lintas. Kenapa? Agar kita terlindung dari kecelakaan, terutama dari polisi yang pengen nilang kita.
Tidak seperti yang aku bayangkan, ternyata panti asuhan yang dimaksud cukup memprihatinkan. Kondisinya sedikit mengenaskan, sepertinya tidak diperhatikan oleh pemerintah. Untuk kita ketahui, bahwa rata-rata anak panti asuhan tidak bisa menyelesaikan studinya dengan baik. Bukan karena mereka kurang uang atau kurang kebutuhan, tapi karena kurang kasih sayang.
Sekarang, di era hidup yang serba susah ini. Orang-orang banyak mencari keuntungan dari membuat panti sosial maupun yayasan, tidak untuk berdarma yang baik maupun berdarma dengan tulus. Seandainya ada orang yang penuh kasih sayang menjaga anak-anak di panti asuhan, In Sha Allah akan banyak anak panti asuhan yang menjadi orang yang sukses.
Mari kita cintai anak yatim, karena nabi kita juga terlahir dalam kondisi yatim dan nabi menyukai orang yang menyayangi anak yatim. Betul kan?
“Ade, dimana anak-anak yang mau aku ajarin?” tanyaku kepada Ade.
Ade langsung mengajakku menuju suatu tempat yang memang sepertinya sering dijadikan aula pertemuan anak-anak di panti asuhan ini, “Ayok Gus.”
Saat aku masuk, aku kaget bukan main. Aku melihat perempuan yang aku temui saat Olimpiade kemarin. Sedikit kaget karena tidak menyangka dia ada disini, dia sepertinya membaca sebuah buku disudut ruangan itu.
Ntah apa yang dia baca dan ntah kenapa dia ada disana. Aku bergumam didalam hati didekat kebingungan yang melanda. Aku mencoba tersenyum kepadanya, aku ingin menyapanya tapi aku tak tahu namanya.
Dia seolah-olah tak memperdulikan aku yang sedang berdiri, dan akan berjalan melewati jarak pandang matanya. Ntah apa yang membuatnya terlalu fokus melihat tulisan yang ada dibuku yang sedang dia pegang.
Aku mengajarkan IPA dasar, kemudian matematika dasar ke anak-anak, dan masih banyak lagi yang saya ajarkan. Disinilah saya mulai menyukai anak-anak, terutama anak-anak yang membutuhkan uluran tangan kita. Meskipun tidak bisa memberikan uang, kita masih bisa memberikan yang lain kan?
Tak perlu kita meminta-minta mengemis seperti pengemis dijalan. Kita orang berinteleq, kita memiliki wawasan dan pemahaman serta pengalaman yang bisa kita bagikan ke orang banyak. Dan sepertinya itu bisa lebih berharga daripada uang yang sekali pakai sudah habis.
Hingga akhirnya aku bercerita sedikit pengalamanku saat mengikuti berbagai kegiatan, seperti memberikan motivasi ke mereka kalo sekolah jangan Cuma sekolah. Jadilah pelajar yang turut aktif membangun mayarakat, entah bagaimana kontribusinya, sekecil apapun aku yakin itu bermanfaat.
Saya sangat menyukai adik-adik yang semangatan seperti mereka hingga akhirnya waktu kami bersama telah habis. Dan aku masih penasaran dengan dia yang tadi membaca sesuatu disudut ruangan ini.
“De, siapa sih namanya?” tanyaku dengan penasaran.
“Nggak boleh dibilang katanya.” Jawab Ade yang sepertinya tidak memberikan jawaban.
“Kok kayak gitu sih? Main rahasia-rahasiaan.” Lanjutku dengan sewot.
Ade tertawa sambil menutup mulutnya, “Tanya saja langsung ke orangnya Gus. Hahahahaha.”
Walaupun aku sedang berbicara dengan Ade, ntah kenapa mataku selalu autofokus ke perempuan disudut sana yang sedang membaca.
Sekarang dia berjalan sambil dikerumuni anak-anak yang ingin menyalami tangannya yang terbalut gamis pink itu. Kenapa anak-anak begitu mencintainya? Kenapa anak-anak berebutan untuk bersalaman dengannya? Jangan-jangan dia yang punya panti asuhan.
“De, kenapa dia tu? Kerjaannya Cuma baca buku disudut ruangan tadi. Tapi dia baru berdiri dan melangkah beberapa kali udah dikerumuni sama anak-anak.” Tanyaku yang sudah tak sabar lagi melihat dirinya yang selalu diam.
“Jadi kamu belum tau Gus?” tanya Ade balik.
“Ha? Tau apa?” aku bertanya lagi dengan wajah yang agak bloon.
“Iyah, kan dia koordinator dan punya ide buat program kayak gini.” Jawab ade singkat. “Kalo kami mah ikut-ikut aja Gus, hehehe.” Dilanjutkan dengan tawanya.
Aku langsung terdiam sambil tersenyum, kenapa kamu begitu menjengkelkan menurutku, ditanya nama hanya diam dan saat aku lembarkan senyum malah seperti tak melihat apa-apa. Tapi, disisi lain dia begitu mengagumkan ketika bermain dengan anak-anak.
Hingga saat ini aku termotivasi untuk tumbuh menjadi laki-laki yang menyayangi anak-anak, mengajar adalah hobiku dan tak akan aku jadikan sebuah profesi. Berkumpul, bercanda ria, dan memberikan banyak pengalaman ke anak-anak sekarang menjadi ruhku. Sepertinya lebih tepat aku bilang sebagai sedikit ruhmu yang menempel pada ruhku, karena itu semua tak jauh dari apa yang kau contohkan kepadaku. Terimakasih untuk dirimu yang ada disudut ruangan itu disaat itu.
Bicara Masalah Ulangan
“Hosh.. hosh... hosh..” desah nafasku berlari dari rumah ke SMP untuk mengikuti upacara setiap hari senin pagi. “kamu terlambat lagi, setiap hari selalu terlambat. Mau jadi apa kamu nanti?” ucap guruku dengan kata-kata kasar.
“Anu... bu, saya lupa nyetrika baju semalam, angkot kesini pun jarang bu.” Sebisa mungkin aku mengeluarkan alasan agar diringankan dari beban hukuman. Walaupun telah mengeluarkan seribu jurus dan alasan tetap saja aku mendapatkan hukuman.
Dihari itu aku sangat dipermalukan oleh guruku, disuruh untuk berdiri di dekat tiang bendera, sambil hormat, berteriak “Aku berjanji tidak akan terlambat lagi” dan mengangkat satu kaki. Selama kelas satu SMP aku tak pernah merasa bersalah dengan sikap nakalku ini. Aku menganggap apa yang aku lakukan adalah hal yang biasa-biasa saja dan wajar dilakukan oleh anak SMP. Mungkin para pembaca juga memiliki pemikiran yang tak jauh berbeda denganku bahkan sama.
“Tiap hari dihukum, tiap upacara bendera dihukum. Mau jadi apa kamu nak? Kalo kamu kayak gini terus lebih baik kamu keluar dari sekolah ini” hardik wali kelasku.
“Tapi bu, jarak dari rumah ke SMP jauh. Mau gimana lagi bu? Kendaraan jarang kesini, orang tua ngak bisa mengantarkan, dan saya hidup berdua dengan adik-adik saya bu.” Jawabku guna membela diri.
“Banyak alasan kamu, kalau sudah salah itu diam saja. Jangan banyak alasan, jangan kurang ajar sama guru kamu.” Setelah mendapat banyak omelan dari guru wali kelasku, aku dihukum lagi. Didepan kelas dengan memakai papan yang digantungkan dileher dengan tulisan “Tukang Telat”. Memang masa kelas satu SMP adalah masa paling suram yang pernah aku alami, kenapa tidak? Setiap tingkahku selalu menjadi ulah dan perhatian guru.
Satu minggu terlewati, akhirnya ulangan semester dilaksanakan juga. Walaupun tidak belajar, aku tetap saja percaya diri mengerjakan ulangan semester. Karena kalau menurutku, dalam mengerjakan soal ujian atau ulangan cukup menjawab apa yang kita tahu, selebihnya ya jawab asal-asalan. Siapa tau saja memang nasib kita untuk mendapatkan nilai besar. Bahkan saat ujian aku selalu keluar lima belas menit bahkan sepuluh menit saat ujian dimulai. Akhirnya masalah lainnya datang, karena aku yang selalu keluar cepat saat ujian. Aku dipanggil ke ruang guru, disana aku dimarahi oleh hampir semua guru karena cepat keluar disaat ujian berlangsung. Mereka mengatakan kalau aku tidak menghargai hasil jerih payah guru yang sudah membuat soal dengan susah payah.
“Kamu jangan sok pintar ya? Kenapa kamu cepat keluar saat ujian?” teriak guruku dengan rasa kesalnya.
“Daripada aku nyontek, lebih baik aku cepat-cepat keluar. Karena aku gak mau lama-lama diruang ujian.” Gumamku dalam hati. Aku kesal sekali, kenapa semua yang kulakukan menjadi masalah? Kenapa aku menjadi siswa yang banyak masalah? Semua pertanyaanku tak bisa terjawab. Padahal aku hanya ingin semua orang mengerti kalau aku memang begini, aku tidak bisa mengikuti gaya hidup orang-orang yang selalu patuh pada peraturan.
“Kamu belum tahu berapa lama kami buat soal, betapa susahnya. Kamu menghancurkan semua usaha kami hanya dalam waktu lima belas menit.” Ucap guruku dengan nada emosi.
Pada saat pelajaran Ekonomi, mulailah perdebatanku dengan guru IPS-ku. Pada saat itu mereka bilang tujuan hidup manusia itu adalah uang. Disitu aku bertanya dan menyanggah “Kenapa harus ada uang? Kalau kenyataannya uang dapat membuat orang menjadi serakah, rakus bahkan engan berbagi.” Disitu mulailah pertanyaan besar dalam hidupku. Apa tujuanku hidup didunia? Apakah demi uang, apakah sekolah yang kita lalui ini semata-mata untuk mendapatkan pekerjaan dan menghasilkan uang yang banyak. Kalau begitu betapa rendahnya makna hidup insani, jika hanya demi uang.
Pada hari itu, Departemen Pendidikan mengadakan kegiatan penelitian kemampuan IPTEK (Ilmu Pengetahuan Teknologi), semua siswa di SMP diikutsertakan. Seperti biasa, aku anak bandel yang hanya bisa buat masalah dan terlambat disekolah udah jatuh mental karena ngak percaya diri. Aku terlambat lagi setengah jam, dan langsung diizinkan masuk tanpa dihukum karena ada kegiatan Iptek. “Hmm, tumben ngak dihukum.” Gumamku dalam hati. Seperti biasa, aku keluar lima belas menit setelah aku masuk ruangan. Aku hanya cuek dengan hasil dari kegiatan Iptek tadi, “Mau menang, mau kalah. Aku gak peduli.” Begitu ucapanku kepada teman-temanku saat kami nongkrong dibawah tenda kantin di SMP kami. Seperti biasa, hari senin cerah selalu diawali dengan upacara bendera. Dan aku selalu memecahkan rekor dalam absen siswa terlambat. Hari itu aku memang capek setelah mengikuti kegiatan hiking dan halang rintang pramuka. Aku sudah malas beralasan lagi, aku udah pasrah dan gak peduli lagi mau dihukum, karena aku rasa udah kebal sama hukuman yang diberikan oleh guru-guruku. Akhirnya dihukum juga, dan ada yang aneh dengan hukuman hari ini. Tiba-tiba seorang wanita mendatangiku dan berkata “Agus, bukan?”
“Iya, aku Agus. Ada apa?” jawabku ketus dengan mengantungkan papan yang bertuliskan “Saya Selalu Telat.”
“Agus, dipanggil sama Pak Alwi, sekarang ya.” Jawabnya sambil tersenyum lembut.
“Kamu jangan ngejek ya, mana mungkin aku dipanggil kepala sekolah? Apakah cuma karena sering terlambat?” Aku sangat geram dengan cewek berambut pendek, anggun, manis, cantik dan dia adalah ranking satu disekolah kami.
“Ya udah, kalo gitu sama-sama dengan Intan pergi ke ruang Kepala Sekolah.” Sambil tersenyum dan menarik tanganku. Aku agak bingung dengan wanita satu ini, dia adalah satu-satunya wanita yang mau bicara dan tersenyum padaku. Biasanya aku selalu dijauhi dan dicuekin cewek-cewek sekolah karena aku hanyalah seorang pria yang kaya akan masalah dan sifat nakal di sekolah.
Setelah berjalan beberapa meter, melewati kantor dan ruang guru. Akhirnya kami masuk ke ruang kepala sekolah. Ruangan dingin, agak gelap, disana seperti kursi pesakitan, seperti tempat introgasi yang biasanya kita lihat di film aksi. “Jadi kamu yang namanya Agustiawan ya?” tiba-tiba terdengar suara yang agak menggelegar, maklumlah karena kepala sekolah kami orang batak.
“Iya, iya Pak.” Jawabku agak takut.
“Kamu tahu kenapa kamu dipanggil kesini.” Dia bertanya, membuatku penasaran. Ada sedikit perasaan takut karena aku adalah siswa bermasalah. “Selamat ya, berdasarkan hasil kegiatan Iptek dari Departemen Pendidikan kemaren, kamu mendapatkan nilai terbesar di SMP kita.” Gleger, rasanya bumi gonjang ganjing, tiba-tiba keluar kerak bumi dari bawah. “Maaf pak, bapak jangan bercanda ya.” Jawabku dengan suara lirih. “Iya benar, selamat ya, saya juga ngak nyangka. Karena nama kamu terkenal diforum guru sebagai siswa bermasalah.”
Akupun sedikit heran dengan apa yang terjadi, beberapa kali aku minta tampar sama teman-teman, apakah ini benar. Semenjak saat itu, aku agak menjaga image dari anak yang nakal, berangsur-angsur memperbaiki diri. “Tapi aku hanyalah anak yang bemasalah, susah untuk memperbaiki diriku.” Aku selalu mengatakan itu kepada ayah saat ditelpon. Aku sebenarnya ingin menjadi anak yang baik, tapi mungkin belum bisa.
Semenjak saat itu, kacaupun berlanjut menjadi sebuah keselarasan. Aku pulang dengan membawa kertas hasil tes tersebut. Saat ibuku pulang mengajar, kutunjukkaan hasil tes tersebut. Hingga akhirnya, ibuku berkata kepadaku “Nak, kertas ini kamu buat dimana? Kok ada cap Dinasnya? Hati-hati nanti dikira pemalsuan surat.” Ibuku sangat tidak percaya dengan hasil yang ada, karena dari SD sampai SMP aku hanya mendapatkan rangking 20 keatas.
Setiap manusia memiliki sisi baiknya, seburuk-buruknya manusia, dia memiliki waktu untuk berubah. Karena kita semua memiliki masa depan untuk diisi dengan hal-hal yang berguna.
Tuesday, 6 June 2023
Bicara Tentang Aksi Mahasiswa
Terkadang siapa yang belum tau akan bertindak seenaknya, terkadang yang belum tau tidak akan peduli.
Monday, 5 June 2023
Bicara Tentang Kontrakan Baru
Panas Terik Kota Palembang
Tangga
Tak ada yang salah bagi kamu yang tak bisa, selama kamu masih memiliki kesempatan untuk mencoba. Tak ada masalah juga ketika kamu gagal, selama kamu masih punya semangat untuk menikmatinya bahkan mengubah kegagalan menjadi keberhasilan dihari mendatang.
Saturday, 3 June 2023
BICARA TENTANG TEKAD
Tak terasa waktu demi waktu bergulir menggiling harapan dan impian yang kita buat dan akhirnya mengikuti kita. Kiasan tanda tanya yang tergambar dikepala mulai muncul, ketika bertanya-tanya akan yang terjadi dimasa mendatang.
Friday, 2 June 2023
BICARA TENTANG BELA DIRI
Cerita kali ini akan membahas mengenai bela diri...
Sejak SD, aku selalu mengikuti kegiatan Bela Diri, misalnya ketika kelas lima SD aku ikut Karate, sampai sabuk hijau. Kemudian SMP ikut Taek Won Do.
Sampai akhirnya SMA aku mendalami Pencak Silat, Setia Hati Terate.
Setia Hati Terate merupakan salah satu perguruan pencak silat inti yang ada di Indonesia, bahkan menjadi salah satu ajaran yang tertua.
Persaudaraan Setia Hati Terate sendiri dipelopori oleh Eyang Suro yang mempelajari ilmu bela diri kearifan lokal yang ada di seluruh Indonesia. Adapun campuran aliran bela diri yang masuk ke dalam Jurus-jurus serta gerakan silat, seperti Minangkabau, Cimande, Cilegon, Bali, dan lain sebagainya.
Kenapa sih aku bisa ikut pencak silat?
Keikutsertaan aku dalam kegiatan pencak silat dimulai ketika salah satu guru SMA-ku yang merupakan pendiri dan pelatihan PSHT di Kabupatenku mengajakku untuk ikut.
Caranya mengajak ikut dengan cara membujuk ayahku untuk mendukung dan mendorong aku terus latihan. Jadi, kalau aku nggak latihan... Orangtua akan nanya, "Lho, kok ga ikut latihan hari ini?". Karena nggak enak, akhirnya aku ikut latihan rutin hingga akhirnya jadi rajin.
Awal-awal kita belajar pencak silat PSHT ini, kita akan mempelajari jurus-jurus yang mematikan. Jurus berbahaya yang menyerang daerah vital manusia, seperti leher, ulu hati, dan sebagainya.
Memang sangat menarik sih, karena gerakan PSHT ini gerakan bebas, mirip-miriplah dengan bela diri asli Thailand dan tarung drajat.
Selain mempelajari ilmu pencak silat, kita juga belajar mengenai filosofi filosofi dasar yang harus dihayati oleh orang yang bergabung menjadi siswa di PSHT.
Misalnya:
Sugih tanpa bandha,
Digdaya tanpa aji,
Nglurug tanpa bala, dan
Menang tanpa ngasorake”
Hal ini menjadi koridor dalam pola relasi dan penyelesaian konflik antarpribadi atau kelompok, dimana kita boleh (tidak harus) menang asal tidak dengan menjadikan pihak lain merasa direndahkan. Kemenangan yang didapatkan dengan cara merendahkan lawan hakikatnya tidak akan berarti....
Saat kita sudah masuk ke dalam sabuk hijau, dimana kita menjadi siswa yang memepelajari jurus PSHT lebih lanjut. Filosofi PSHT ini semakin kuat ditanamkan, dimana kita harus mengalih, menangkis baru melawan. PSHT mengajarkan kita untuk menyingkir ketika mengalami gangguan dari lawan, kemudian apabila masih diganggu sebaiknya kita hanya menangkis. Hal ini menunjukkan bahwa PSHT sangat-sangat menjunjung perdamaian.
Semakin lama, jurus-jurus yang dipelajari juga adalah jurus yang sifatnya untuk menghindar dan menghalau pukulan dari lawan. Dulu, saat SD SMP aku adalah orang yang sangat suka berantem. Setiap minggu pasti aja ada tingkah buat berkelahi sama kawan.
Tapi, setelah SMA aku lebih dapat menahan diri. Hal ini dikarenakan banyak folosofi hidup yang aku dapatkan dan pelajari di PSHT.
Banyak sih aturan-aturan yang saya dapatkan di PSHT, misalnya kita tidak boleh melakukan atraksi pukul balok / batu bata sampai patah. Hal ini dikarenakan tindakan tersebut merupakan bentuk dari kesombongan.
Sampai akhirnya kita disahkan / diwisuda dari siswa menjadi warga / pendekar PSHT lebih dituntut untuk memiliki kebijaksanaan. Hal ini dikarenakan manusia dengan bela diri tanpa kebijaksanaan, maka akan tidak lebih baik daripada hewan.
Wednesday, 31 May 2023
BICARA TENTANG PERTEMUAN PERTAMA
Menyusuri pusat kota sepanjang sisi trotoar, dibawah rindang pohon angsana. Malam itu aku berjalan sendiri mencari ketenangan, bias lampu yang sedikit mengusikku tak dapat lagi terusir. Walaupun mereka mengusikku, bukankah orang banyak membutuhkannya juga sebagai pelita dikala gelap.