Tahun itu, ketika kelas 3 SMA.
Tahun
krusial dimana seorang anak muda menentukan nasibnya kedepan. Kedepan ingin
jadi apa? Mungkin seperti itulah kira-kira.
Saat
itu, ada teman yang ingin jadi dokter, ada yang mendaftar SNMPTN (Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) untuk masuk sekolah dokter gigi, ada
juga yang masuk ke sekolah teknik sipil, sampai ada juga yang mendaftar untuk
menjadi guru.
“Gus,
udah daftar belum SNMPTN?” tanya kawanku.
“Belum,
aku juga ga minat.” Ujarku membalasnya.
Maklum,
saat itu aku ingin masuk Akademi Militer (Akmil). Semua berkas sudah aku
persiapkan, bahkan aku sudah melakukan pemeriksaan kesehatan biar bisa tau
dimana kemungkinan celahnya aku bisa gagal.
Akhirnya
aku mendaftar ke Korem (Komando Resort Militer) dengan motor Supra X keluaran
2005 milik ayahku. Aku memberikan map hijau yang berisikan berkas kelengkapan
pendaftaran Akmil tadi. Setelah mendaftar, aku diberikan nomor peserta yang harus
dipakai ketika mengikuri seleksi di Korem nanti.
Aku,
sebagai seorang yang tidak terlalu memiliki prestasi akadmeik tidak terlalu
tertarik untuk kuliah. Kenapa? Menurutku kuliah membuang-buang uang saja,
karena akhirnya kita juga akan cari kerja. Makanya, daripada aku kuliah terus
mencari kerja, lebih baik aku langsung cari kuliahan yang digaji kayak Akmil, Akpol,
STKS, STPDN, dan sebagainya.
Aku
juga sangat alergi sama dokter, guru, dan profesi lainnya. Kenapa bisa alergi? Misalnya
dokter, stigmaku dokter itu rejekinya dari orang sakit. Hal ini sama juga
dengan guru yang kadang-kadang masuk dan kadang-kadang ga masuk. Kondisi begini
yang buat aku jadi agak skeptis memandang profesi seperti dokter dan guru.
Aku
pada saat itu masih mati gila mau jadi tentara, tentara gitu lho. Kalo jadi
tentara pakai seragam gagah, pakai baju keren, terus punya pangkat, bahkan
beberapa yang beruntung bisa jadi Jendral dan dapat jabatan strategis.
Seleksi
Akmil pun dimulai, satu demi satu tahapan aku lalui.
Selama
satu bulan penuh aku menjalani seleksai, dari seleksi administrasi, kemudian
diikuti seleksi kesehatan, kemudian jasmani, dan ujian psikologi. Aku merasa pasti
menjadi salah satu dari mereka yang lulus dan menjadi Letnan.
Kenapa
aku percaya diri?
Maklumlah,
aku dari SD ikut Pramuka, kemudian Paskibraka, terus aku punya brevet (sertifikat)
SCUBA DIVER yang mungkin peserta lain tidak punya. Aku ikut Pramuka sih bukan
kaleng-kaleng, bahkan aku menjadi pengurus Dewan Kerja Daerah (DKD) dan sudah
mencapai tingkat tertinggi, yaitu Pramuka Garuda.
Tapi,
yang namanya nasib dan realitas harus kita terima. Aku terjegal di Pantukhir
dan dinyatakan sebagai salah satu peserta yang tidak lolos untuk diberangkatkan
ke Magelang (Pusat Pendidikan).
Tidak
lulus Akmil membuatku bingung mau kemana, dikarenakan ujian masuk PTN sudah
tutup semua. Aku baru menyesal karena merasa salah membuat strategi. Aku hanya
terpaku dengan satu ujian saja tanpa ikut ujian lain seperti SNMPTN.
Suatu pagi aku mendapatkan SMS dari
temanku (saat itu layanan WA belum ada atau mungkin belum masuk ke circle-ku
mungkin), mengenai penerimaan mahasiswa baru di Poltekkes. Aku bersiap-siap ke
Kampus Poltekkes Palembang untuk mendaftar dan akhirnya mengikuti ujian masuk
ke Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan Gizi.
Sebenarnya, tidak peduli apapun
jurusanmu kuliah, mau kamu menjadi seorang guru yang mengajar anak muridmu
dengan ikhlas, menjadi dokter yang mengobati seseorang dengan biaya yang miring,
menjadi pengacara yang memberikan bantuan hukum cuma-cuma, pemadam kebakaran
yang menyelamatkan banyak orang, dan masih banyak lagi pilihan. Ada hal penting
yang jangan sampai kita lupakan, yaitu kebermanfaatan diri kamu dari ilmu yang
kamu dapatkan selama sekolah atau kuliahmu.
Apakah kita bermanfaat untuk
lingkungan serta untuk orang banyak.
No comments:
Post a Comment