Suatu kenangan yang tak akan terlupakan, salah satunya disini. Satu minggu setelah aku mengikuti ujian nasional, aku langsung berangkat ke Palembang untuk mengikuti bimbingan belajar.
Siang yang terik di Pelabuhan Mentok disertai dengan bau angin laut yang harum. Aku langsung membawa koperku untuk menuju kedalam kabin kapal. Selama perjalanan empat jam itu, aku hanya sendiri tanda ditemani oleh satu orangpun.
Setelah empat jam dilautan luas, akhirnya tulisan “Selamat Datang di Bom Baru, Palembang.”, sekarang aku sudah di Palembang ya? Tanyaku dalam hati.
Sama halnya dengan di Pelabuhan Mentok dan di kapal tadi, aku tetap sendirian tanpa dijemput oleh siapapun. Aku memang orang Palembang, aku memang asli dari sini. Tapi baru satu kali ini aku pergi kesini sendirian.
Aku langsung menyetop mobil angkot yang lewat disekitar pelabuhan. “Pati berapa pak?” dengan polosnya aku bertanya. Hanya dengan bermodal sebuah alamat keluarga, aku keliling Kota Palembang.
Supir angkot itu bilang “Dua puluh ribu dek.” Setelah mendengar jumlah ongkos yang harus aku bayar, aku langsung naik ke angkot itu dengan hati yang agak lega.
Tak terasa setengah jam telah dilalui, aku langsung diberhentikan disuatu tempat yang jelas ini bukan Pati. Ya, dibawah Jembatan Ampera. Ternyata aku kena tipu oleh supir angkot tadi. Hanya bermodalkan secarik alamat yang diberikan oleh ayahku kepadaku, aku berjalan keliling kota. Setelah tiba di Masjid Agung Palembang, aku langsung melaksanakan Shalat Ashar. Suasana masjid yang haru dan sejuk, saat aku berdoa tiba-tiba aku langsung meneteskan air mata.
Aku langsung keluar masjid dan meneruskan perjalananku dengan membawa koperku. Aku langsung menemui pak polisi yang sedang jaga di pos, karena ku fikir kalo polisi nggak mungkin akan menipu kita.
Aku langsung mendekati pak polisi yang wajahnya agak sangar itu, “Assalam, maaf pak. Saya mau tanya, bapak tau nggak alamat ini?” sambil menunjukkan secarik kertas kepada pak polisi.
Pak polisi yang garang itu langsung menjadi agak ramah, “Iya dek, memangnya ini rumah siapa?” tanya bapak polisi dengan lembutnya.
Aku langsung menjawabnya sambil menundukkan kepala karena agak putus asa, “Ini rumah kakak dari bapak saya pak.” Diam sejenak, “Bapak tau nggak?”
Setelah itu aku langsung diantarkan kealamat tersebut dengan menaiki mobil CRV miliknya. Ternayata polisi itu adalah anak dari kakaknya ayahku. Aku merasa sangat beruntung dengan apa yang terjadi. Aku langsung mencari tempat bimbel dan kos sementara. Karena ayahku memerintahkan aku untuk tidak menjadi benalu bagi keluarga pamanku.
Pagi yang cerah disertai bau embun pagi yang menyejukkan hati. Aku mulai keluar rumah, karena Palembang adalah kota metropolitan yang sibuk. Aku berjalan, menelusuri ramainya kota. Mungkin karena di Palembang juga banyak pejalan kaki, jadi aku tidak merasa asing dan terkucilkan dari kota.
Akhirnya aku sudah bertemu dengantempat bimbel yang tepat, ya di GSC. Dan aku mendapatkan tempat kost didepan tempat bimbel kami. Hari pertama bimbel tiba, aku langsung bergegas pergi ke GSC. Awalnya aku mengira kalo aku hanya sendiri, ternyata aku bertemu lagi dengan teman satu asramaku, mereka adalah Riduan dan Kevin. Aku langsung bersalaman dan menepuk bahu mereka karena aku sangat merasa senang.
Suasana kelas yang hanya berisikan duapuluh orang, tapi berisikya seperti seratus orang. Setelah habis jam pertama bimbel. Aku, Kevin dan Ridwan langsung bolos pada jam kedua karena kami mau nonton AFC Cup antara Pesasus dan Sriwijaya FC. Kami naik bus yang dialokasikan demi kepentingan suporter, kami langsung naik keatas bus (bukan kedalam ya!) sambil meneriakkan yel-yel Sriwijaya FC. Itu adalah pengalaman pertamaku menggila sebagai suporter sepak bola.
Awalnya aku hanya bimbel dengan tujuan main-main belaka, hingga akhirnya aku mendapatkan SMS dari Intan, “Selamat ya, kamu lulus UN.” Melihat SMS darinya itu aku langsung tersemyum, “Sepertinya sekarang dia sudah ingat kembali denganku.” Fikirku dalam hati.
Aku langsung membalas SMS-nya, “Kamu sekarang udah inget sama aku ya?” dengan cepatnya aku mengetik SMS.
Setelah lima menit aku menunggu, datanglah SMS balasan yang berbunyi, “Ya, makasih ya. Makasih udah mengirimkan album kemaren.”
Ternyata salah satu yang menyembuhkan amnesianya adalah album yang aku berikan, album itu digunakan oleh dokter untuk membuat pola ingatannya kembali dan pulih. Setelah menjalani terpi selama enam bulan akhirnya dia ingat kembali denganku.
“Huhhh....” keluhku sambil berlari menuju ke tempat bimbel. “Sepertinya aku hampir telat, bakal jadi bahan dipermalukan dan ditertawakan ni.” Fikirku dalam hati.
Aku langsung mengetuk pintu sambil mengucapkan salam “Assalamualaikum.” Aku langsung membuka pintu. Dan seperti dugaanku, aku menjadi bahan tertawaan oleh teman-temanku. Banyak yang bilang kalo aku belum mandi, muka bantal alias tukang tidur dan banyak ejekkan lain yang tidak menyenangkan.
Aku langsung mengambil tempat duduk kosong yang ada dipaling depan disamping seorang wanita yang bernama Elfira. Sambil tertawa dan menutup mulutnya dia bertanya kepadaku, “Eh, kamu kok telat terus? Kasihan kan orangtuamu bayar bimbel mahal-mahal tapi kamu nggak serius.” Tiba-tiba kata-katanya itu langsung membuat aku tersadar dan berusaha lebih giat lagi.
Aku langsung diam sejenak untuk menarik nafas dan mencoba menjawab, “Oke, kita buktikan siapa yang unggul nanti.” Sambil tersenyum kepada Elfira.
Sejak percakapan itu kami menjadi kompak dan kami bersaing untuk dapat nilai terbesar. “Fira, liat ni. Post testku dapat nilai sembilan puluh.” Sambil menunjukkan secarik kertas. “Kalo kamu berapa?” tanyaku.
Dia hanya diam sambil tertawa dan menyimpan kertas hasil post testnya, “Gak ada. He.. he.. he..”
Aku mencari Kevin dan Ridwan, “Kemana mereka?” aku bertanya kepada Resti yang sedang mengerjakan soal SNMPTN tahun lalu.
Resti langsung melihat kearah luar sambil berkata, “Mereka tadi kayaknya main Point Black, memang hobi nggak masuk orang dua itu.” Jawab Resti ketus.
Setelah jam bimbel habis, aku dan Fira langsung pulang bersama,“Habis ini mau kemana Fira?” aku mulai bertanya.
Dia langsung melihat kearah wajahku dan menjawab, “Nggak tau lag Gus, aku juga bingung mau kemana.” Sambil memegang tas ranselnya.
Aku langsung mengajak dia main ke Museum, “Ke museum yok, abis itu kita ke Gramedia untuk nyari buku.” Ajakku dengan nada semangat.
Setalah beberapa hari berlalu, Elfira menjadi pacarku. Aku sudah menjadi agak sedikit melupakan Intan yang sedang menuntut ilmu di sebuah SMA negeri di Solo. Saat kami sedang asiknya belajar bersama, tiba-tiba HP-ku berbunyi. Aku melihat ada SMS dari Intan, “Agus, apa kabarmu? Kenapa nggak pernah lagi ngasih kabar ke aku?” setelah membaca SMS dari Intan aku hanya bisa terdiam dan merasakan awan kelabu mulai menutupi hatiku.
Elfira langsung memecahkan lamunanku, “Agus kenapa bengong?” tanyanya padaku.
Aku langsung tertawa dan menutup BB Torch milikku, “Nggak ada apa-apa kok, aku cuma bingung aja. Ngak ada yang abeh.” Aku tersenyum. “Eh, ini gimana si? Kamu tau nggak?” aku langsung mengalihkan perhatian Elfira kembali pada pelajaran yang sedang kami bahas. Difikiranku aku hanya bisa berfikir dan minta maaf dengan Intan, “Ntan maafkan aku.” Aku hanya bisa menahan tanggis.
Tiga hari sebelum SNMPTN, ternyata tentor kami sudah kehilangan kesabarannya, tiba-tiba dia memarahi Ridwan dan Kevin. “Ridwan, kamu mau jadi apa? Jawab pertanyaan nggak pernah bener. Kamu nggak mungkin bisa kuliah Ridwan.” Kata tentorku dengan galaknya.
Ridwan yang hobi main Point Black hanya bisa tertunduk diam, sambil tertawa kecil dan berbisi kepada Kevin, “Gara-gara kamu ni, kita dimarahin.”
Tentorku langsung melihat kearah Kevin, “Ini lagi, mau ngambil FK UNSRI. Passing Grade FKIP Biologi UNS aja kamu nggak lulus, apalagi mau ambil FK UNSRI dan FK UNS. Bunuh diri kamu!” kata tentor kami dengan garangnya.
Kevin dan Ridwan hanya bisa tertunduk sambil tertawa kecil dan berbisik-bisik, “Gara-gara kamu ni!”.
Hari SNMPTN pun dimulai, aku dan Elfira mendapatkan tempat yang sama untuk test. Setelah tes kami bertemu lagi dan langsung pergi untuk pacaran.
Tiba-tiba dijalan dia langsung bicara yang agak aneh, “Sebenarny kamu sayang nggak sama aku?” sambil melihat kearah mataku.
Aku langsung menunduk malu, “Eh, sungainya rame kali ya. Sungai Musi, banyak itiknya.” Aku langsung menunjuk kearah sungai, untuk mengalihkan perhatian Elfira.
Tiba-tiba tamparanpun langsung melayang kearah pipiku, “Plak,”. Dia langsung berbicara dengan tegasnya, “Jawab pertanyaanku!” dengan nada bicara yang tinggi.
Aku langsung beranikan diri menjawab dengan jujur, “Sebenarnya, aku lebih sayang dengan orang yang sekarang sedang berada jauh disana.” Sambil tersenyum dan memejamkan mataku. Aku langsung diam sejenak, “Maafkan aku!” tambahku.
Semenjak saat itu SMS-ku tidak pernah dibalas dengan Elfira, facebook milikku di blokir olehnya. Kami langsung putus kontak dan tidak pernah bertanya tentang satu sama lain.
Hari demi hari telah terlewati, akhirnya kami bisa melihat hasil dari SNMPTN. Aku sangat terkejut karena Kevin sekarang masuk FK UNSRI, dan Ridwan masuk FK UGM. Ternyata apa yang dikatakan oleh tentor kemaren membuat mereka termotivasi untuk menjadi lebih baik, mereka tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh tentor, tapi yang mereka pikirkan adalah bagaimana caranya untuk bisa masuk ke sana. ***
No comments:
Post a Comment