Cerita tentang anak kos yang mencari makan dan uang untuk mencukupi kebutuhan jajannya, dari beli makan sampe beli kolor.
Sesuai dengan
penjelasan aku diatas, cerita ini terjadi waktu aku masih kuliah dan
aktif jadi seorang agen asuransi swasta. Boleh kita mulai ceritanya sekarang?
Jadi anak laki-laki dari seorang ayah yang bekerja sebagai PNS memang
membuatku memiliki kehidupan yang rumit, pada awal bulan kepala senang, tanggal
satu sampai tanggal lima makan di Solaria. Pertengahan bulan makan indomie dan
akhir bulan makan promag agar gak kena sakit lambung gara-gara makan satu hari
sekali.
Terkadang kepala ikutan sakit pas akhir bulan karena stok uang jajan dan
indomie sudah mulai menipis. Jadi, kehabisan uang diakhir bulan bulan bisa
menyebabkan penyakit sistemik pada jantung (berdebar-bedar), saraf (stress),
ginjal (banyak pipis, gara-gara banyak minum demi menahan lapar) dan masih
banyak yang lain.
Jadi, sebagai mahasiswa kita memang wajib memiliki siasat untuk menangani itu
semua. Berbagai cara dilakukan oleh mahasiswa seperti kerja part-time menjadi
penjaga warnet, penjaga warteg, jadi sekuriti, pengaja kandang kucing,
sampai mangkal sama bencing bencing di pinggir halte.
Ada juga teman aku yang kerja
menjadi pengamen jalanan, jadi agen ‘Dasyat’, dan jadi agen seribu sunlight.
Bahkan ada yang jadi kolor ijo dan nggak segan-segan ngepet dijalan, yang jelas
para pembaca wajib tahu kalo aku nggak pernah jaga lilin ya.
Siang ini adalah liburan akhir pekan yang menyenangkan, jauh dari tugas dan
jauh dari tuntutan dosen yang bermacam-macam jenisnya. Liburan seperti ini
memang sangat menyenangkan jika dinikmati dengan penuh kedamaian. Biasa, hidup
ini memang kejam bung, jadi kau harus terbiasa dengan hidupmu.
Tak lama baru saat aku
menikmati akhir pekanku, suara ketokan pada pintu yang
menganggu langsung memecah konsentrasiku. “Tok tok tok.” Suara orang yang
mengetuk dibalik pintu rumah kontrakan yang seakan-akan memecah keheningan
liburku yang santai.
Aku masih duduk setengah berbaring dikursi sofa yang ada diruang tengah sambil
menonton TV, yah walaupun sekarang tonton di TV nggak ada lagi yang
menyenangkan menurutku, minimal hiburan terbaruku adalah pencet-pencet remot.
Terkadang kita memang tidak
menyukai bermacam-macam film. Tapi menurut survey yang dibuat oleh Cak Lontong
menyetakan bahwa rata-rata cowok akan menonton film sampai habis walaupun
menurutnya tidak menyenangkan, bahkan kesal karena endingnya nggak sesuai
dengan harapan sang cowok.
Oke, sekarang kita kembali kebalik pintu bagian luar. Tak mendapatkan respon
dariku, sikawan yang ada dibalik pintu kembali mengetok pintu rumahku dengan
misteriusnya, hanya suara ketokan lho, “Tok tok tok.”, nggak ada suara lain,
bahkan ucapan salampun nggak ada terdengar.
“Iya, tunggu tunggu sebentar.” Teriakku dari ruang tengah sambil menggerutu,
“Ihhhh…. Sok misterius kali orang ini.” Ucapku dalam hati.
Aku langsung membuka pintu sambil bengong mengangga. Entah makhluk apa yang ada
didepan wajahku, yang jelas dia bukan homo.
Satu… dua… tiga… Taraaa
“DASHYAT…!!!!” teriak orang yang dari tadi asik mengetuk pintu rumahku, setelah
aku membuka pintu rumah dan menatap wajahnya dengan penuh cinta..
Aku yang sangat kaget melihat makhluk
aneh yang tiba-tiba berkata ‘Dasyrat’ itupun langsung bertanya, “Anda siapa?”
tanyaku dengan raut wajah trauma.
Sikawan ini budeg atau tolol
ya? Boro-boro menjawab pertanyaanku. Tak menjawab pertanyaanku, malah kembali
bilang “Dashyat” dengan semangatnya.
“Doorrrr….” Bunyi aku menutup pintu
dengan kerasnya.
“Ini orang, kok nggak bilang salam
atau permisi malah bilang Dashyat.” Gumamku dalam hati sambil kembali duduk di
sofa.
Tak lama setelah aku meninggalkan
pintu, “Tok… tok… tok…” aduh suara ketukan itu lagi, gumamku dalam hati sambil
berjalan kembali untuk membuka pintu.
“Buka nggak ya?” begitu tanyaku di
dalam hati.
Aku langsung membuka pintu,
dikarenakan aku takut kalo yang mengetuk itu adalah teman dekatku.
“Dashyat!” seru sikawan yang ada
dibalik pintu sambil berteriak kembali, setelah itu dia langsung menjajakan
produknya sambil mengajakku jadi agen sebuah MLM. Memang sih, MLM sedikit
menjanjikan kekayaan, tapi ingat ya Cuma “JANJI”. Hahahaa.
“Oke oke mas, saya hubungi lagi
kalo saya berminat.” Ucapku sambil setengah mengusir dan menutup pintu rumahku
tak lama kemudian setelah dia pergi.
Setelah aku ditawari untuk
bergabung dengan MLM sikawan tadi, aku langsung mencari info MLM yang lebih
menjanjikan dari pada yang ditawarkan oleh sikawan tadi. Yang jelas,
pekerjaan yang tidak perlu modal uang tapi menghasilkan. Hingga akhirnya aku
berjalan menuju Jalan Kapt. Rivai Palembang dan menemukan kantor Prudential
Palembang.
Dengan percaya dirinya, aku menemui
Senior Unit Manager untuk diwawancarai sebagai Agen Asuransi. “Agen Asuransi”
lho? Aapaan itu?
Jadi aku diberikan tumpukan buku
dan CD (bukan Celana Dalam, tapi CD yang asli) yang harus aku pelajari untuk
mengikuti banyak ujian sebelum jadi agen asuransi Prudential. Memang sih
menjadi agen asuransi sangatlah ribet dan membutuhkan sertifikasi agen.
Pengalaman menjadi agen memang
rupa-rupa rasanya, galau, sakit, terhina, dikejar anjing sampai diteriakin
maling oleh maling pula, tapi gajinya menjanjikan bro, lumayan buat jajan satu
bulan.
Pengalaman pertamaku saat melakukan
prospek kepada calon nasabahku sangatlah mulus, kenapa? Karena nasabah
pertamaku adalah ayahku. Kemudian aku prospek lagi nasabah keduaku, dan tetap
berjalan dengan mulus, karena nasabah keduaku adalah abang ayahku. Jadi, jalan
pertamaku menjadi agen asuransi sangatlah mulus.
Oke, pengalaman pahit jadi agen
asuransi saat aku lagi mencoba untuk prospek calon nasabahku. Semuanya berjalan
lancar, ketika itu aku sudah masuk kedalam pekarangan rumah sang calon nasabah.
Saat itu aku membuka pintu gerbang dengan sangat mudah dan aman, kemudian aku
masuk dengan meninggalkan sepeda motor didepan gerbang rumah sang calon
nasabah.
Beberapa langkah setelah
perjalananku kerumah sang calon nasabah, aku mendengar suara Herder
terdengar dari arah utara dan lari mengejar diriku. Aku langsung terkejut dan
membuat aku sontak berlari meninggalkan motorku yang ada didepan gerbang rumah
calon nasabah.
Aku juga pernah kok diteriaki
maling sampai-sampai dilempar sama batu, tapi itu semua adalah perjuangan kita
untuk mempertahankan hidup, untuk mencoba mandiri dan bebas finansial dari
tanggungan orangtua kita.
Walaupun bagi banyak orang apa yang
aku lakukan tadi sedikit konyol, tapi bagi kita yang mencoba lepas dari orang
tua adalah sebuah kebanggan.
Mungkin banyak alasan kenapa aku rela menjadi seorang agen asuransi swasta.
Mungkin alasan pertamaku adalah gaji yang dihasilkan (bukan dijanjikan)
sangatlah besar, tapi kita tidak perlu mengeluarkan modal uang sepeserpun,
kalo modal otak dan waktu banyak. Karena terlalu banyak teori yang harus kit
abaca saat mau test menjadi agen.
Kedua, mungkin dikarenakan aku sangat suka mengikuti meeting yang dilaksanakan
oleh perusahaan setiap minggu. Meeting yang mereka lakukan selalu dihotel
berbintang empat ataupun lima dengan makanan yang sangat enak dan banyak a.k.a.
Prasmanan. Terkadang aku membawa tempat nasi/makanan maupun bungkusan untuk
membawa pulang makanan sisa yang banyaknya tak terkira kerumah, untuk dibagikan
keteman satu kontrakanku.
Ketiga, aku bisa mendapatkan baju baru setiap meeting. Aku punya banyak baju
batik dan kemeja bagus yang diberikan secara cuma-cuma dan biasa digunakan
untuk meeting. Dibeberapa waktu, bahkan aku bisa berfoto dengan
tokoh-tokoh terkenal. Contoh: Mary Riana, Ridwan Mukrie, Ary Ginanjar, Mario
Teguh, Andre Wongso dan Lee Chandra (kalo nggak salah namanya itu).
Bahkan suatu hari aku pernah membawakan sisa makanan yang banyak kerumahku,
berupa sup asparagus (hemat Rp. 100.000), ayam bakar enam potong (hemat Rp.
90.000), capcay (hemat Rp. 20.000), bakso goreng (hemat Rp. 20.000), salad buah
dan sayur (hemat selama satu hari) dan lain-lain.
Wicak, temen serumah dan setanah airku dating kekamarku dengan wajah
lugunya untuk minta makanan yang aku bungkus tadi.
Sabtu Malam Yang Cerah dan indah
Sabtu malam pun tiba, meeting
bulanan dilancarkan. Aku sudah siap-siap menggunakan Jas untuk mengikuti
meeting di Hotal Aryaduta Palembang. Tak lama setelah berpakaian yang rapi, aku
langsung keluar kamar dan menuju parkiran.
Tiba-tiba Wicak mendatangiku dengan
menggunakan kemeja dan celana goyang. Hal itu membuatku bertanya-tanya. Setan
apa yang merasuki Wicak? Atau kepalanya terbentur batu di pekarangan rumah.
Tumben sekali Wicak rapi
malam ini, apakah dia mau ngedate sama pacarnya? Oh tidak mungkin, karena
dia homo dan tidak punya pacar perempuan. Seingat aku dia masih pacaran
dengan Jono.
Dengan wajah tak berdosa dia
mendatangiku sambil berkata, “Gus, bolehkah aku ikut makan malam ini?” begitu
tanyanya lugu kepadaku.
Aku menatapnya dengan bingung, kami
saling tatap beberapa menit sampai aku tersadar dan berkata, “Makan?” aku
terpelongo melihatnya.
Wicak langsung menegakkan badannya
sambil berkata, “Oh iya, Meeting maksudnya. Ehem… ehem..” bergaya sok bijak
meniru gaya orang barat.
Hal spontan itu membuatku menjadi
bingung untuk menjawabnya, “Oke.. oke… kamu boleh ikut aku, asalkan jangan
bikin malu aku.” Ucapku sewot.
Ballroom Hotel Aryaduta lantai 4.
Aku dan Wicak berjalan berdua menaiki lift, Wicak hari ini bertindak sebagai
asistenku. Keadaan ini aku salahgunakan dan manfaatkan untuk beberapa hal,
seperti menyuruhnya membuang tisu bekas ingusku, mengambil pulpen yang sengaja
aku jatuhkan dilantai dan masih banyak lagi.
Sampai akhirnya saat jamuan makan
malam sebelum pembukaan meeting, kami makan di pojok kanan Ballroom. Saat
makanan kami sudah habis, kami ambil lagi dan pindah ke posisi duduk yang lain.
Tiba-tiba, seseorang mendatangi
kami seraya bertanya kepadaku, “Siapa ini Gus?” Tanya atasanku Pak Sutanto.
Aku langsung mengangkat kepalaku
seraya berdiri dan menyalami beliau, “Ini teman pak, asisten pribadi.” Jawabku
dengan senyum yang ramah.
Pak Tanto langsung memegang bahuku
sambil mengajakku langsung keruang pertemuan, “Ayok masuk, meeting akan segera
dimulai.”
Pembukaan meeting-pun akan
dilaksanakan, dan sekarang saatnya menyanyikan lagu kebangsaan Prudential,
kayak mars-nya gitulah. Saat semuanya sudah berdiri dan siap-siap bernyanyi. Si
Wicak dengan wajah konyolnya hanya diam dan bengong ntah apa yang dia pikirkan.
“Cak, ikuti kami nyanyi. Kamu jangan
cuma diam.” Bisikku kepadanya.
Lama sekali dia tidak bereaksi
hingga lagu yang kami nyanyikan sudah habis, dan terdengarlah suara teriakan
Wicak, “We Are Number One.”, semua mata tertuju pada kami berdua.
“Mampus aku!” ucapku dalam hati.
Yah, begitulah pengalaman sebagai
agen asuransi selama beberapa bulan, menyenangkan dapet duit tapi harus kerja
keras. Tapi, masih banyak kok pekerjaan lain yang bisa temen-temen lakoni untuk
mencari uang.
No comments:
Post a Comment