Hari ini, Sabtu cerah aku bangun dan tersadar bahwa aku sudah terlambat untuk bermain dengan kawan spesialku. Hmmm... Kawan spesial kataku.
Seperti biasa, motor dengan plat
nomor BG yang memang aku bawa dari Palembang selalu menjadi kendaraan andalanku
seperti satria baja hitam yang memiliki motor belalang (kalo ga salah namanya).
Jalan tanpa aspal yang hanya ada
tanah kuning, ada kuburan belok kanan, lalu masuk ke daerah yang banyak
ditanami oleh padi. Pagi hari di sawah yang dikerumuni oleh padi, aku langsung
masuk ke Sekolah Luar Biasa Yayasan Pendidikan Anak Cacat (SLB YPAC).
Sebenarnya kata cacat tidak perlu ditambahkan diakhir nama sekolah ini, kenapa?
Karena akan menekan mental mereka dan membuat mereka minder ketika bertemu dengan
anak dari sekolah lain.
SLB,
sekolah yang identik dengan orang kurang atau orang yang tidak sempurna. Pada
kenyataannya semua manusia itu tidak sempurna, tapi karena ketidak
sempurnaannyalah yang membuatnya menjadi sempurna. Semua orang berbeda, ada
kelebihan dan ada juga kekurangan.
Tidak ada manusia yang ingin hidup
dengan kekurangan bagian tubuh maupun akal. Mungkin jika mereka boleh meminta,
mereka akan meminta lahir dalam kondisi yang normal dan dengan kondisi lengkap
seperti yang lainnya. Tapi itu semua diluar kuasa mereka, sehingga tidak
pantaslah kata “CACAT” kita berikan kepada mereka, sehingga istilah yang
menyatakan cacat itu harus diganti dengan difabel.
Apa yang mereka alami bukanlah
penyakit, apa yang mereka alami adalah rahmat dari Allah SWT untuk orangtua
mereka, keluarga mereka dan diri mereka sendiri. Allah SWT lebih cerdas dan
mengetahui yang terbaik untuk hambanya. Allah sudah tahu kalau keluarga mereka
dan pribadi mereka adalah pribadi pilihan yang mampu menerima kondisi mereka
yang sekarang, mungkin jika kondisi tersebut mengenai diri kita bisa jadi kita
tidak setegar mereka.
Teman bermainku Sabtu ini memang
agak berbeda dengan teman mainku sebelumnya. Jika sebelumnya aku bermain dengan
anak SD yang biasa-biasa saja, sekarang aku sedang bermain dengan anak SD yang
luar biasa, yang istimewa.
Pembagian kelas dalam SLB ini
memang agak berbeda dengan sekolah pada umumnya, karena disini dibagi atas
ketidakmampuan mereka seperti tunawicara (tidak bisa berbicara), tunarungu
(tidak mampu mendengar), tunanetra (tidak bisa melihat), tunagranita (sulit
memahami pelajaran), tunadaksa (kekurangan dalam hal gerak), dan autisme. Yang
jelas disini tidak ada kelas untuk TunaAsmara (jomblo), ataupun tunasusila.
Pembukaan dimulai dengan do’a dan
dilanjutkan dengan pembacaan puisi oleh seorang anak penyandang tunadaksa,
beberapa dari kami yang mendengarkan puisi yang dibacakan oleh adik tadi
seakan-akan ingin meneteskan air mata. Mungkin dia memang diberi kekurangan
tetapi disisi lain dia diberikan kemampuan membaca puisi dengan sangat
menghayati. Oh iya, ternyata dalam pola pendidikan anak tunadaksa tidak boleh
dimanjakan. Maksud dimanjakan disini adalah seperti digendong kemana-mana atau
mengambilkan sesuatu yang ingin dia raih. Kenapa? Karena kita harus
mengajarinya untuk mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain, yang harus
kita lakukan hanyalah memberi dukungan dan menghindarkan dia dari bahaya.
Bayangkan, selama dua jam aku
bersama mereka berbicara dengan bahasa tubuh. Jadi aku bermain dengan adik-adik
kecil yang tunarungu, aku sangat kasihan dengan mereka karena melihat kondisinya
dan aku tidak bisa membayangkan jika diriku yang tak mampu mendengar dan tak
bisa menikmati alunan musik. Beberapa kata-kata bahasa isyarat yang sudah aku
mengerti seperti terima kasih, kita semua sama, aku marah, i love you,
dan sebagainya. Hari ini menjadi hari yang bisa memecah keheningan dengan cara
berbicara menggunakan bahasa tubuh, inilah yang dinamakan “breaking the
silence”.
Untuk para pembaca ketahui bahwa
anak/orang yang tunarungu biasanya disertai dengan tunawicara. Tapi jika dia
tunawicara belum tentu menyandang tunarungu.
Sangat disayangkan orang-orang
seperti mereka kurang diperhatikan oleh pemerintah maupun lingkungannya, bahkan
sering dijauhi dan dijadikan sebagai aib bagi keluarga dan lingkungannya.
Padahal mereka juga punya hak seperti kita, hak untuk mengemukakan pendapat dan
hak untuk diterima oleh lingkungannya.
Aku berpindah melihat adik-adik
tunanetra, mereka orang-orang yang matanya tidak peka dengan cahaya. Sangat
mengharukan ketika melihat mereka belajar membaca dengan huruf braille,
huruf yang bentuknya lekukan-lekukan lingkaran yang memang khusus didesain
untuk penyandang tunanetra. Mata adalah pelangi dunia dan sangat disayangkan
mereka tidak bisa menikmatinya.
Kenapa nggak dilakukan cangkok
mata? Jangan terlalu percaya sama film sinetron yang menyesatkan. Karena sampai
sekarang belum pernah ditemukan cangkok mata, yang ada hanyalah cangkok kornea
(lapisan mata) tapi proses penyembuhannya juga sedikit lama dan dengan biaya yang
tidak murah.
Di akhir sesi kami makan bersama
dan bercerita semampunya.
Sebelum mereka dan aku pulang kami
berfoto bersama. Saat aku mau mengendarai kendaraanku untuk pulang kerumah,
seorang anak wanita tunagranita memberikan kode “i love you” kepadaku,
aku hanya bisa tersenyum dan membalasnya serta berdo’a didalam hati “Semoga
anak itu tumbuh menjadi anak yang membanggakan orangtuanya kelak.”
Hingga akhirnya kita tidak tau apa
yang terbaik bagi kita karena hanya Allah yang mengerti dan mengetahui apa yang
terbaik bagi kita. Kita hanya bisa bersyukur dan tidak kufur dalam menerima
takdir yang ditentukan oleh Allah SWT. Kita adalah manusia yang sedang berjalan
menelusuri rel kereta api yang senantiasa lurus hingga ke stasiun yang akan
menjadi tempat kita singgah sementara waktu.
Mereka adalah manusia istimewa yang diturunkan oleh Allah ke
muka bumi ini, mereka adalah manusia yang mau berjuang dalam keterbatasan,
mereka adalah manusia yang mau belajar dalam keterpurukan, mereka adalah
manusia yang bisa bangkit melawan masa depan, sungguh mereka itu istimewa.
Hingga akhirnya semua manusia tahu bahwa mereka juga memiliki hak, mereka juga
memiliki potensi dan mereka juga dapat bergerak untuk membangun dunia. Mereka
dalah penyandang disabilitas tanpa batas, tak ada yang bisa menghentikan
mereka.
Jangan pernah menghina peyandang
difabel, berikan hak mereka, selalu memberikan dukungan kepada mereka. Mereka
punya hak seperti kita, mereka layak untuk bekerja dan menikmati hidup seperti
kita. KITA SEMUA SAMA, TETAPI KAMU ISTIMEWA.
No comments:
Post a Comment