Perjuangan yang aku lalui berbeda dengan dirimu sobat. Harus melalui banyak jalan berliku yang akhirnya menjadi cabang dua, jurangkah atau timbunan harta karun.
Terkadang aku bingung, harus melanjutkan perjalananku kemana. Apakah aku harus
memperjuangkan dirimu yang belum tentu bagiku? Dirimu yang belum tentu
diciptakan untukku.
Bahkan, kita berdua tak akan tahu apakah khayalan diriku untuk bersamamu hanya
sebatas mimpi. Terkadang, aku harus tau ruang mana yang lebih nyaman untuk menjadi
mediaku memandangmu. Bukan untuk melihat makhluk astral, tapi untuk melihat
biadadari yang mungkin akan aku kejar kemanapun dia hinggap.
Seperti biasa aku pergi ngampus sendiri, ditemani angin yang bertiup disekitar
tubuhku.
“Agus, hahahaha.” Panggil suara seorang perempuan yang ada dibelakangku, yang
sontak membuatku terkejut.
Membalikkan badanku dengan slow-motion sambil tersenyum
menyebut namanya, “Gifa, kenapa kok tiba-tiba tertawa?” tanyaku penuh rasa
penasaran.
“Gosip tentang kamu sudah nyebar lho di jurusan kami Gus.” Ucap Gifa yang
merupakan teman jurusan sebelah, kebetulan kost kami deketan jadi kami sudah
seperti saudara dekat.
Iya sih, jurusanku dengan jurusan Gifa memang sebelahan. Bahkan aku sering
numpang Sholat Zhuhur disana jika air keran wudhu dijurusanku mati. Tapi,
bagaimanapun aku tak tau gossip apa yang telah menyebar luas dijurusannya.
“Gosip apa?” tanyaku pura-pura kaget, karena aku sepertinya sudah bisa menebak
gossip apa yang sudah menyebar luas disana.
“Jadi beneran kalo suka sama Qunut?” Gifa bertanya dengan nada mengejek,
“Qunut… Qunuttt… hahahaha….” Lanjutnya dengan tawa panjang.
“Eh… eh… kalian jangan sebarin gossip yang bukan-bukan ya.” Ucapku dengan wajah
memerah sambil mengibaskan Atlas Anatomi kedepan wajah Gifa.
“Eh… eh… biasa aja kale. Kalo nggak bener jangan sewot dong.” Ledek Gifa sambil
tertawa panjang.
Jangan terlalu serius menanggapi isu, takutnya beneran kejadian lho. Aku sudah
pengalaman. Padahal awalnya nggak ada perasaan sama sekali, dan akhirnyaa
jadilah coco crunch.
Aktivitas kampus seperti biasanya padat, kalo masuk pagi kadang-kadang bisa
pulang jam enam atau jam lima sore. Untung-untung kami belum pernah pulang jam
duabelas malam, nggak kebayang kalo sampe pulang jam duabelas malam dari
laboratorium anatomi serasa lagi melakukan ritual ilmu hitam pake mayat
beneran.
Pekerjaan dikampus seperti biasa mencatat, mencatat, lalu selanjutnya mencatat
lagi dan lagi-lagi mencatat. Kita harus siap mengimbangi dosen yang menjelaskan
dengan secepat kilat, hingga akhirnya huruf “A” dan “D” sangat susah dibedakan.
Kita hanya bisa membedakan huruf “L”, “F” dan “G”, itupun karena dia beda
sendiri.
Di sisi lain, ternyata Qunut yang sedang mempelajari masalah DNA ternyata
memiliki kisah berbeda. Yah, sedikit kisah tentang basa purin dan pirimidin.
“Saudara tau, apabila pada DNA Basa Purin dan Pirimidin
terdiri dari AGTS. Bagaimana dengan RNA?” Tanya sang dosen kepada Qunut yang
memang duduk di barisan yang paling depan.
Qunut yang memang mahasiswa serba tahu langsung menjawab
dengan lantangnya, “AGUS, ya pak?” sontak menerima tawa oleh teman sekelasnya.
Perasaan perempuan yang duduk dibaris paling depan itu
langsung bercampur bingung dan malu karena jawabannya disambut dengan tawa.
Tak masalah, mau itu ikatan hydrogen yang membentuk
huruf AGTS maupun ikatan hydrogen RNA yang membentuk AGUS, hingga membuat dia
disoraki oleh orang-orang yang ada dikampusnya. Hingga tak lama dari itu semua
tawa langsung sontak membuat pipinya menjadi merah.
Setiap jam istirahat aku sengaja memilih jalan memutar
jika kekantin. Aku curi-curi pandang dibalik jendela, agar bisa melihat
wajahnya dengan jelas dari kejauhan. Wajahnya ketika belajar sangat membuatku
terpana. Dia hanya focus melihat dosen yang sedang menjelaskan, ntah memang dia
focus, atau dia sedang melamun bagai orang yang terbuai ilusi.
Bahkan, aku sering mengambil memberikan pengumuman tentang
kegiatan BEM ke jurusannya agar aku selalu bisa melihatnya dari depan. Tapi,
aku rasa dia belum tau kalo aku memandangnya dari depan. Walaupun wajahnya
memandang Vogel, aku tau kalo aku memang tak sepenting Vogel bagimu.
Tak masalah jika kau malu-malu dengan orang yang kau
suka, seperti aku kepadanya saat itu. Dari pada kita melakukan hal yang
memalukan diri sendiri didepan orang banyak maupun dihadapan-Nya.
Pacaran ala anak SMP memang sangat tidak baik lagi untuk
kita yang sudah berusia dewasa. Karena harusnya sudah memikirkan tentang hal
yang serius, jenjang yang lebih mulia didalam lindungan pernikahan.
Suatu saat, disebelan lab Kimia Analis yang ada diantara
kampus jurusanku dan kampus jurusannya. Suasana kampus yang ramai dengan lalu
lalang orang-orang yang sedang sibuk mencari ilmu, mencari pacar sampai mencari
jaringan internet yang kala itu sangat langka.
Aku keluar dari lab biokimia membawa alat-alat yang
harus dicuci setelah dipakai, kebetulan kelompokku adalah petugas piket dikala
itu. Mendekat ke washtafele yang ada diantara lab Kimia Analitik dan Lab
Biomia.
Satu persatu alat yang ada didepanku langsung aku cuci,
kurang bersih ya pake sabun, kurang bersih lagi ya wajib disikat. Sampe
akhirnya aku menyadari bahwa taka da lagi yang perlu dicuci.
Membalikkan badan bagai manusia tanpa dosa yang pengen move
on. Satu… dua… tiga… aku langsung terhenti karena seorang perempuan dengan
dua teman perempuannya juga masuk kedalam ruangan pencucian.
Aku hanya terdiam melihat perempuan yang sedang
mengalungkan masker dilehernya itu, sambil membuka handscon-nya dia
juga terhenti sambil melihatku.
Aku terdiam lebih lama hingga akhirnya dia berkata,
“Kenapa kamu lihat-lihat?” sambil matanya melotot melihatku.
Siapa yang tak takut jika melihat wanita yang disukainya
melotot dalam seakan-akan ingin menelanku bulat-bulat. Dan hingga akhirnya aku
hanya bisa tersenyum sambil menjawab, “Maaf…”. Sambil berlari kegirangan
meninggalkan Qunut dan kawannya.
Qunut melihat kebelakang, kearah laki-laki yang berlari
tak karuan seperti mendapatkan bulan terang. Hanya senyuma yang terpancar oleh
perempuan yang dari tadi hanya bisa melotot yang dengan juteknya berkata, “Apa
kau lihat-lihat?”
Aku berlari menuju ruang kelasku dimana orang-orang
sedang sibuk membereskan meja praktikum. Berlari-lari bagai orang yang sedang
terhibur ditaman bunga, menabur keceriaan dan kebahagiaan. Orang-orang yang
sangat jarang melihatku bertingkah seperti itu seakan-akan bertanya-tanya ada
apa gerangan?
Disaat orang-orang bertanya, “Kenapa sih kayak girang
banget?”
Aku hanya tersenyum kepada teman-teman yang memandangku aneh, sambil berkata, “Nggak ada, ayo kita kerja lagi.”. seraya kembali merapikan alat-alat dan memasukkannya kelemari alat praktikum.
Jangankan berbicara dengannya, bertemu dan dimarahinya saja membuat aku menjadi girang. Yah, begitulah cinta berupa-rupa rasanya. Tapi, tak ada yang salah untuk orang yang sedang jatuh cinta.
No comments:
Post a Comment